Sabtu, 06 November 2010

::: ........................... :::



::: Bandara Cinta :::

14 Februari, Noella duduk di Cafe La Moda di Bandara. Pesawat landing dan take off silih berganti. Lampu-lampu di runway dari kejauhan menambah indah pemandangan dari balik dinding kaca tebal café itu. Cahaya bulan yang tak lama lagi bulat sempurna menambah syahdu suasana.Meja bertaplak putih nampak sederhana tapi ellegan. Strawberry Juice untuk Noella dan Fruit Punch untuk Aldo. Cheese cake favorite Noella dan Choccolate Waffle kesukaan Aldo. Buket cantik penuh bunga mawar kesayangan Noella.“Kenapa kau kemari Noella?”“I miss you,”“I miss you, too.”“Kau ingat hari ini hari apa?”“Hari kita jadian.”“Kau ingat tahun lalu kita merayakan nya disini.”“Hari terindah yang pernah kurasakan. Karena aku merayakannya denganmu, Sayang.”Pipi Noella terasa hangat begitu pula matanya. Seakan ada yang meggantung disudut-sudut matanya. Ia tak yakin dapat menahannya.“Sekaligus, Valentine tersedih dalam hidupku.”Bendungan itu bobol. Air mata Noella mengucur deras.“Noella, please hapus air matamu. Seharusnya kamu senang hari ini.”“Seharusnya. Tapi aku takut.”“Apa yang kau takutkan? ““Tahun lalu aku menangis karena takut kehilanganmu. Sekarang aku takut…”Aldo menatap Noella sungguh-sungguh menunggu ucapan gadis itu berikutnya, “Aku… takut menyakitimu.”Noella menggeleng, “Aldo maukah kau memaafkan aku?” pintanya dengan suara bergetar. Aldo tersenyum. “Yang harusnya terjadi pasti akan terjadi Noella tidak ada yang harus dimaafkan. Aku ingin kamu bahagia dan tersenyum lagi. Hey, mana senyum menawan itu pergi.”“Entahlah, Do semenjak kau pergi , bibir ini seolah enggan tersenyum.”u“Noella sayang, kau mulai menangis lagi. Tapi anggap saja ini tangisan terakhirmu untukku. Setelah itu kamu bisa tersenyum dan tertawa lagi. Seperti dulu. Apa yang membebani dirimu?”“Aku jatuh cinta, Do.”Aldo tertawa. “Kenapa kamu tertawa? Memangnya ada yang lucu? Aku jatuh cinta lagi. Dengan cowok lain. Kulihat dia pertama kali dari terminal kedatangan. Ia seolah – olah dijatuhkan begitu saja dihadapanku, aku ingat hari itu hari ulang tahunku. Aku heran mengapa bukan kamu yang datang, tapi cowok yang satu ini.” Percakapan itu tiba-tiba disela pengumuman pesawat Malasyia Air yang baru saja mendarat. Aldo menggenggam jemari Noella erat, sebuah ciuman lembut mendarat dipipinya yang mulus. Noella memejamkan matanya meresapi perasaannya yang membuncah, perasaan campur aduk, sedih bahagia menjadi satu.“Pergilah, temui dia.” Bisik Aldo. Senyum lebarnya menenangkan, Noella memeluk erat cowok itu seakan-akan ia tak akan bertemu dengannya lagi. Tergesa Noella berlari kecil keluar dari La Moda, nyaris ia menubruk seorang waiter. “Ma…Maaf , Mbak.” Ucapnya cepat. Waiter itu mengernyitkan dahinya, namun beberapa saat kemudian Waiter itu seperti mengenalinya sembari bergumam, “Kasihan.” Seorang rekan waiter lainnya menanyakan maksud gumamannya, Waiter itu berucap,”Itu kan gadis aneh yang suka duduk dimeja no 7, percaya ngga sih, aku sering memergokinya bicara sendiri!” oooAbey turun dari escalator ke terminal kedatangan, Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia juga heran, bisa-bisanya ia mengenakan kemeja rapi walaupun masih berjins ria. Sekotak coklat dan boneka beruang berwarna pink tak lupa dibawanya. Abey membetulkan letak kaca matanya. Ia tak sadar ia mengulangi gerakan itu untuk kesepuluh kalinya.Abey tak perduli, pokoknya hari ini ia harus balik ke Indonesia, . Mungkin ini yang dinamakan terserang virus cinta, membuat hatinya berubah warna menjadi pink. Seraut wajah manis terbayang-bayang dibenaknya. Wajah Noella. Gadis itu ditemukannya sedang duduk sendiri di La Moda. Di Café Bandara, menunggu seseorang, namun orang yang dinantinya tak datang, ia memberanikan diri berkenalan dengannya. Pertama-tama gadis itu seolah membatasi diri, lama-lama mereka bisa bercakap-cakap lebih panjang, dilanjutkan dengan telpon-telponan dan kunjungan Abey ke rumahnya. Hanya sebatas itu karena Abey harus balik ke Malaysia melajutkan studinya. Anehnya, saat mereka berjauhan Abey diserang rasa rindu pada Noella. Pada senyumnya, cara bicaranya, kemanjaannya. Abey bisa menghabiskan waktu berjam-jam menilponnya dari Malaysia.Sampai suatu ketika Abey keceplosan,”Kamu udah punya pacar belum?” Tanya Abey iseng setengah bercanda.Noella lama terdiam. Beberapa saat kemudian terdengar isak tangisnya yang makin lama makin kencang. Abey terkejut setengah mati dengan tanggapan Noella yang dianggapnya berlebihan.“Ma…maaf…kalau omongan aku membuatmu sedih.” Ralat Abey.“A…aku ngga bisa ngomong sekarang, maafkan aku…”erang Noella ditengah isaknya. Hati Abey bertanya-tanya mengapa Noella jadi begitu bersedih dengan pertanyaan isengnya itu. Abey sendiri tidak yakin, apakah ia sanggup menghadapiii kenyataan kalo Noella sudah memiliki kekasih. Siapa yang tahu kalau tidak dicoba, toh seandainya kenyataan buruk yang harus ia hadapi, ia bisa langsung balik ke Malaysia dan menenggelamkan dirinya untuk studinya. Hari ini , ia akan menumpahkan segenap rasa yang ada dihatinya untuk Noella.Noella!” seru Abey pada seorang gadis berkardigan baby pink ditengah kerumunan orang di terminal kedatangan.“Abey!” “Buatmu.”Abey menyerahkan kotak coklat dan boneka beruang ditangannya pada Noella.“Abey!...te..t erima kasih.”Noella tersentak, Abey meraih kedua jemarinya dan berucap,”Noella, sejak mengenalmu, rasanya tak ada hari tanpa memikirkanmu. Walau baru beberapa kali kita bertemu, tapi rasanya aku mengenalmu sudah bertahun-tahun. Akankah ada ruang dihatimu untukku? would you be my lover? ”pintanya seraya menatap langsung ke sepasang manik mata Noella.Tubuh Noella berguncang hebat, tak sanggup rasanya ia berdiri di atas kedua kakinya. Tak sanggup rasanya ia menatap wajah cowok itu. Begitu jauh jarak yang ditempuhnya hanya untuk menyatakan cinta“Noella, tataplah mataku tidakkah kau lihat kesungguhan disana?”Noella mengangkat kepalanya perlahan. Perasaan haru biru datang lagi menderanya. Mengapa Aldo yang selalu dekat dengannya terasa begitu jauh? Mengapa cowok ini Abey, terasa begitu dekat, begitu nyata, bahkan dapat ia sentuh. Apakah itu artinya Aldo telah mengikhlaskannya? Ataukah ia telah membiarkan hatinya disentuh hangatnya asmara kembali setelah Aldo pergi?“Jangan ingkari hatimu Noella,” jerit batin Noella ,”Aldo telah pergi dan ia tak kan kembali. Ia pergi setahun yang lalu ke Makasar, dimana kedua orang tuanya tinggal. Aldo tidak pernah sampai ataupun kembali menjumpaimu. Karena pesawat yang ditumpangii nya jatuh diatas Samudra tepat di hari jadian mereka, bahkan jasadnyapun tak pernah kau lihat lagi.”“Abey,” Noella menenggelamkan kepalanya ke dada Abey dengan suara parau ia berucap, “I will, “ Air mata mengalir deras di kedua belah matanya. Abey mengusap lembut rambut Noella terbata-bata ia berkata,”I love…you. I love you…”Waktu seolah terhenti. Udara dipenuhi gelombang-gelombang amor berwarna pink, hanya Noella dan Abey dapat meghirupnya. Waiter-waiter La Moda Café merubung kaca besar dekat terminal kedatangan. Suara-suara mereka bersahut-sahutan.“Ooo…itu tho cowok yang di tunggu gadis aneh itu..”“Ganteng banget, Chace Crawford versi Indonesia. Pantes saja gadis itu sampai tergila-gila.”“Tapi ngga sampai duduk berjam-jam disini trus ngomong sendiri kali…”“Gimana dooong, orang rindu beraaat….he….he” OooNoella dan Abey berjalan bergandengan keluar menuju lapangan parkir. Langkah Noella terasa ringan. Sesaat mueliwati La MOda Café, sekelebatan Noella melihat bayangan Aldo melambai dan tersenyum padanya. Dibandara ini cinta Noella pergi, di Bandara ini pula cinta hadir kembali . Bandara cinta. Tamat

::: OBAMA dan TUKANG BECAK :::

Paimin memarkir becaknya di samping becak Pakde Kamto.Dia masuk ke warung nasi. Nampak Pakde Kamto, kakek berusia 70 tahun, sedang duduk disana sambil menghisap rokok klobot kegemaran beliau. Paimin pun duduk mendekati Pakde Kamto. “Sudah lama Pakde? “ kata Paimin sembari dia memesan kopi ke pemilik warung.“Lumayan lama, Min…”.“Tadi saya dapet penumpang bule lho Pakde… Lumayan mbayarnya agak banyak…, jadi Pakde pesen makan apa aja biar saya yang traktir…”“Halah ra usah ,Min..simpen aja, aku masih ada uang, nanti saja kalo aku butuh juga utang ke kamu hehehe..” Pakde Kamto terkekeh memerkan gusinya yang sudah tak bergigi itu. Kakek-kakek itu kembali berkata“..ngomong-ngomong soal bule, aku jadi inget waktu aku muda dulu ketika aku masih narik becak di daerah Menteng, Min…, tahun tujuhpuluhan dulu, aku punya langganan bule, seorang ibu2, dan anaknya…” Pakde Kamto berhenti sejenak menghisap rokoknya lalu berkata lagi, “Tiap pagi aku mengantarkan mereka ke sekolah anaknya itu, Cuma sekarang aku jadi mulai mikir..”“Mikir apa to Pakde? “sahut Paimin sambil menyeruput kopinya“Lha iya, kok sekarang foto bule itu sama anaknya yang kulitnya hitam itu, sering muncul di televisi, itu lho yang jadi presiden Amerika, Barak obama…”“Hah ! gleg..guhuk huk..huk..” Paimin tebatuk-batuk tersedak kopinya“minumnya pelan-pelan Min, .. “ Pakdhe Kamto menepuk-nepuk punggung Paimin. Setelah batuknya reda Paimin menatap takjub ke arah Pakde Kamto. Dengan rasa ingin tahu yang memuncak dia bertanya“ trus…Bagaimana Pakdhe bisa ingat wajah mereka? kan hal itu sudah puluhan tahun yang lalu? ““Lha yo jelas ingat, kan aku jarang dapat penumpang bule, lagi pula aku kan sudah bilang mereka itu langgananku tiap pagi, dan mereka juga pasti ingat sama aku. Ibunya si Barry itu juga sering minta diantarkan ke pasar. Kami sering ngobrol-ngobrol sepanjang perjalanan, orangnya ramah. ....”“Wah, kalau begitu coba aja Pakde hubungi mereka, telpon atau kirim surat…”“Buat apa. Min, malu to yoo…”“Lho Pakde ini gimana, kan itu bisa merubah nasibnya Pakde. Masak sampai kakek-kakek masih mbecak. Lagipula semakin banyak si Obama itu diingatkan saat dia di Indonesia maka nanti dia akan membantu Bangsa kita ini Pakdhe..” ujar Paimin bersemangat sampai otot lehernya keluar.“Membantu bagaimana. Diingatkan Gimana, ngawur kamu itu..Lha wong si Barry itu dulu sering di olok-olok sama temen2nya.. Londo ireng..londo ireng…. gitu. Dia juga pernah diceburin beramai-ramai ke rawa-rawa. Liat aja fotonya di koran-koran waktu sama-sama temen sekelas, disitu kan nampak dia jauh dari gurunya. Aku malah khawatir si Barry itu sakit hati. Kalau diingatkan malah nanti Indonesia di Bom Atom gimana.”“Ah, Pakde Kamto ini terlalu khawatir. Pokoknya Pakde harus menghubungi si Obama. Masalahnya kapan lagi kita bisa menyumbang bagi kemajuan bangsa Indonesia”“Ya aku sih manut aja Min, trus ngirim suratnya piye?”“ Aku punya kenalan Mahasiswa. namanya Samuwel. Dia sering cerita kalau sekarang bisa ngirim surat lewat komputer…Kita minta tolong dia saja Pakde…Sekarang aja yuk pakde, biasanya Samuwel ada di kostnya kalo malam begini…”“Yo wis ayo Min…” Mereka berdua akhirnya meninggalkan warung nasi dan beriringan menggenjot becaknya ke tempat kost sang Mahasiswa Samuwel…   Hari-berganti hari, pagi menjadi siang..siang menjadi petang, petang menjadi malam..tak terasa sudah seminggu sejak Pakde Kamto dan Paimin mengirim email ke Obama. Mereka bertemu lagi di warung nasi yang sama .“Min…”“iya Pakdhe…” sahut Paimin acuh tak acuh“besok kalo anakmu lahir laki2 kamu harus kasih nama PRESIDEN…”“ah Pakde ini ada-ada saja…”“lho..iya penting lho. Nanti kalo anakmu sudah besar dan bermasyarakat trus kepilih jadi ketua RT, trus ada acara sambutan ketua RT…nanti MCnya akan ngomong gini : acara selanjutnya sambutan bapak ketua RT kita , waktu dan tempat saya persilahkan kepada bapak PRESIDEN…hehehe..” Pakde Kamto tertawa kerkekeh-kekeh memamerkan gusinya yang tak bergigi itu. Paimin hanya tersenyum mendengar ucapan orangtua yang dia anggap seperti ayahnya sendiri itu“Nama itu sebuah doa, contohnya namaku, Kamto..kalo ditulis dalam bahasa Inggris Come To, makanya hidupku berpindah-pindah,,trus namamu Paimin, kalo dalam bahasa Inggris ditulis… Pa.. I mean….” Tiba-tiba dari kejauhan seorang pemuda keriting berkacamata tebal nampak tergopoh-gopoh berlarian kearah mereka. sambil berteriak-teriak heboh “Paimin…!, Pakde…! ada balasan email dari OBAMAA…!!!” Bersambung ke Obama dan Tukang becak bagian 2
Populerkan, simpan atau kirim cerpen ini :

::: Rindu :::

Rindu… Itulah yang kurasakan malam ini. Ketika semuanya telah berakhir. Sebuah pilihan yang harus diambil. Mengakhiri atau merasakan… Dan ketika mengakhiri adalah pilihannya. Dengan sebuah takdir yang menyadarkan. Ada perasan bebas. Terbebas dari perasaan yang membelenggu, Namun..ada pula yang tersembunyi disana. Masih berbekas di hati. Perasaan yang pernah mengguncangkan dinding jiwa ini. Getaran aneh yang selalu terdengar saat itu. Dan malam ini, terdengar lagi, walau sayup- sayup. Sesak sekali hatiku dengan rasa rindu ini.. “kenapa aku jadi ingat dia.??.” batinku dalam sebuah kesunyian. Entah kenapa malam ini terasa sangat sunyi. Tiba- tiba kesunyian ini membuat aku teringat pada seseorang. Seseorang yang dulu pernah mengisi hari- hariku . “Syafiyah ..” tiba- tiba muncul sebuah nama, bergetar lagi hatiku ketika menyebut nama itu. Tak kuasa memoriku mengantarkanku ke masa itu. ***Enam bulan yang lalu “ka, aku boleh ngomong sesuatu ga?” berkata perlahan gadis berjilbab anggun itu. wajahnya yang manis tertunduk tepat di hadapan ku, di sebuah taman kota. Hari itu kupenuhi panggilannya. Tak biasanya kami bertemu seperti ini, berdua saja. Tak ada penjelasan dalam pesannya yang singkat. Assalamu’alaikum, Hari ini aku pengen ketemu kaka, Aku tunggu di taman zahra sekarang. Penting! Walaikumslm, Ketemu?? Lama aku menunggu jawaban darinya. Biasanya tak selama ini aku menunggu. Dia selalu membalas SMSku dengan segera. Aku selalu tersenyum saat membacanya, menatap kata- katanya yang selalu jenaka, lucu, narsis dan terkadang tak malu menunjukkan kemanjaannya padaku. Tapi kali ini SMSnya terlihat beda.. Aku mohon kaka datang.. Akhirnya tiba jawaban itu. Tapi tak dijawabnya pertanyaanku, hanya memohon. “ sepertinya ini serius” gumam ku yang merasa ada yang aneh ketika membaca SMS itu. Tidak seperti hari- hari biasanya dia seperti ini. Dia tidak pernah menyembunyikan sesuatu, pasti selalu diceritakannya padaku kalau ada masalah. Dan biasanya dia hanya bercerita melalui telephon, hampir tidak pernah menceritakannya langsung padaku, apalagi ngajak ketemuan seperti ini. Dengan jauhnya jarak kami terbentang, sebenarnya tidak jauh- jauh amat sih. Hanya tidak pernah bertemu saja, paling hanya sekilas berpapasan itu pun kami tak berani saling menyapa( kenapa?), entahlah. Mungkin karena kami takut dibilang “deket”. Padahal emang udah “deket" walaupun jarang bertemu. Sudah lama aku mengenal dirinya. Namun hanya sebatas mengenalnya lewat suara. Lewat SMS yang selalu dikirimkannya padaku, lewat obrolan kita ( obrolan jarak jauh ), lewat curahan hatinya padaku, lewat candaannya, lewat…perhatiannya padaku. *** “tumben mau ketemuan..mau curhat ya, kenapa ngga lewat telp aja Fiyah?.” Tanyaku menyapanya dengan panggilan “khas”ku kepadanya mencoba mencairkan suasana tapi dia masih saja tertunduk, sesekali memainkan ujung jilbabnya dengan tangan. Suasana taman di siang hari saat itu dalam keadaan sunyi. “ngga bisa ka, ini masalah serius..” akhirnya terlihatnya juga matanya yang bulat indah itu, yang dari tadi hanya menatap kebawah. Baru kali ini aku bisa menatapnya lebih dekat. Tapi ada yang bergetar di mata indah itu. “ masalah serius?..” “ kakak tahukan, di rumahaku lagi ada tamu..” “ O.. teman ayahmu itu ya, yang kamu ceritain kemarin” gumamku menebak. Dia memang sudah cerita padaku kalau di rumahnya sedang ada tamu yang datang dari kampung. Mereka adalah teman ayahnya di kampung. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu, sejak ayahnya bekerja dan menikahi ibunya. Kemudian menetap di Jakarta. Maka sejak itulah ayahnya tidak pernah pulang ke kampung halamanya. Teman ayahnya itu datang bersama istri dan anak laki- lakinya, anak laki- lakinya itu seumuran dengan Fiyah, dia baru saja lulus SMA. “ kaka tahu, apa yang mereka bicarakan dengan kedua orang tuaku “ lagi- lagi wajahnya yang manis itu tertunduk, tampak raut kesedihan disana. “ memangnya apa yang dibicarakan?” “ mereka..” suaranya tertahan. Dadanya bergetar, terdengar isakan. Semilir angin taman yang sejuk seakan menghentikan kata- katanya. Angin taman saat itu bertiup cukup kencang, suara dahan pohon yang bergerak- gerak, kicauan burung gereja yang berterbangan di pohon, semuanya itu seakan sedang menunggu apa yang ingin dikatakan akhwat berjilbab biru itu. jilbabnya yang anggun itu melambai- lambai di terpa angin, namun Fiyah tetap diam.. “ sebenarnya ada apa Fiyah?” “aku NGGA MAU KA..hiks..hiks..!!” tiba-tiba isakannya terdengar jelas, keluar butiran air dari matanya yang indah. “ ga mau apa?” aku masih belum memahami tentang kesedihannya itu.Sepertinya dia berat mengungkapkannya. “HIKS..HIKS..” kini dia benar- benar nangis, dadanya sesenggukan. Hembusan angin di taman tak mampu menghapus air matanya. Aku pun hanya termenung di hadapannya. “kamu cerita aja Fiyah..” kuberikan sapu tangan padanya, aku tak tahan melihatnya terus terisak. Aku ga ingin melihat wajah yang manis itu sedih. Membuat hatiku merasa aneh. “ aku ga mau dijodohin ka..” “Dijodohin..??” terkejut aku mendengar perkataannya itu. hatiku pun mulai resah, entah kenapa. Kini aku paham akan kesedihannya. ***Setelah diamenceritakan semuanya, tentang kesedihannya hari ini. Kalau dia telah dijodohkan oleh orang tuanya. Dengan anak teman ayahnya. Dan mereka datang untuk membicarakan tentang perjodohan itu, perjodohan yang tidak pernah dibicarakan dengan dirinya. “bulan depan acara pernikahannya , aku harus bagaimana ka? ” Tanya gadis berjilbab yang dari tadi menunjukkan kegundahan hatinya, dia tidak ingin dijodohkan oleh orang tuanya, tapi dia tidak sanggup menolak. “ka…” dia memanggilku yang masih mematung, kini giliran aku yang terdiam tak bersuara. Aku sendiri pun tidak tahu apa yang harus aku katakan padanya. Biasanya aku selalu bisa memberinya jawaban untuk setiap masalah yang dihadapinya, dan dia selalu terbuka padaku. Aku sudah menjadi tempat curhat bagi dirinya. Tapi untuk hari ini, untuk masalah ini. aku tak bisa berkata apa- apa.... Nothing “ bulan depan..kenapa secepat itu??” batinku bertanya- tanya dalam hati. “ka, koq diam sih? Jawab ka aku harus bagaimana?" “ hmm..emangnya kenapa kalau kamu dijodohkan?? Aku berusaha tenang,, “ tapi ka..” “ aku yakin, pasti orang tua kamu ingin memberikan yang terbaik buat kamu” tiba- tiba saja aku mengatakan itu. Mencoba bijak, tapi ada riak kecil disana, di hatiku.. “aku ngga mau..” “kenapa ngga mau?” “karena aku..” kata- katanya terputus, kemudian matanya menatap lurus ke arahku. “ kenapa?” “ aku hanya ingin menikah dengan orang yang aku cintai” *** Sejak pertemuan di taman itu, aku sadar bahwa selama ini apa yang aku jalanin telah menyeretku dan menyeret dirinya dalam sebuah perasaan yang sama, namun kami tak berani mengakui perasaan itu. karena sebenarnya kami tahu bahwa perasaan itu, perasaan saling mencintai, belum berhak kami rasakan. Sekalipun cinta telah kuuraikan dan kujelaskan Panjang lebar. Namun jika cinta kudatangi aku jadi malu pada Keteranganku sendiri, Meskipun lidahku telah mampu menguraikannya Dengan terang. Namun tanpa lidah, Cinta ternyata lebih terang Dalam menguraikan cinta, Akal terbaring tak berdaya Bagaikan keledai terbaring dalam Lumpur Aku merasa bersalah dengan perasaan ini, aku telah menghianati prinsipku sendiri. Prinsip yang harusnya aku pegang erat justru aku khianati. Dan kini, setelah dia sudah pergi, bersama laki- laki pilihan orang tuanya. Aku merasa sudah saatnya diriku melupakannya. Aku tak boleh berharap lagi padanya, karena dia sudah menemukan jodohnya. Entah kenapa semakin aku ingin melupakannya. Rasa rindu itu semakin terasa. Seperti yang kualami malam ini, dalam kesendirianku rasa rindu itu begitu menyiksa diriku. Kenangan- kenangan itu terus menghantui pikiranku. “ oh, Fiyah..kenapa setelah kini kau jauh, aku semakin sulit melupakanmu.” “ ya rabb, hamba tahu ini salah…” tak terasa air mata ini jatuh, meneyesali kelemahan hati ini. Di dalam keheningan malam yang menyiksa batinku itu, tiba- tiba suara handphoneku berbunyi, tanda SMS masuk… Dari seorang sahabat, ada sebuah getaran di hatiku ketika membaca SMS itu, getaran yang berbeda dari yang sebelumnya."Barang siapa yang jatuh cinta, lalu tetap menjaga kesucian dirinya, menyembunyikan rasa cintanya, dan bersabar hingga mati, maka dia mati sebagai syahid..tetap semangat ya Bro!!!" Kupersembahkan buat mereka-mereka yang rumit dengan perasaaannya. Aqil El Banna

::: Catatan Airmata Mutiara Muslimah Cina :::

“Hei, anak cina, ngapain kamu datang ke masjid ini?” Begitulah sapaan teman-temanku saat aku masih kecil dulu. Hatiku begitu tersayat mendengar kat-kata itu. ”Orang cina kok mau sholat! Tempatmu bukan disini. Udah pergi aja sana!” kata mereka sambil tertawa mengejek satu sama lain. Ejekan itu terasa seperti jutaan peluru yang tak henti-hentinya menembaki dan menusuk ke dalam relung hati. Sungguh aku tak munafik bahwa aku sangat sedih dan merasa terhina karena ejekan teman-temanku itu. Tapi, aku berusaha untuk menenangkan diri, meski ego dalam jiwa ini terus bergejolak. Apa gunanya aku marah dan perang mulut dengan mereka. Jelas aku akan kalah. Mereka berjumlah lebih banyak dari aku. Sedangkan aku, aku hanya sholat di masjid ini hanya dengan satu orang sahabat baikku. Zahra namanya. Dia yang selalu membuat aku sabar. Dia yang selalu membelaku di hadapan teman-teman yang selalu nenyindirku itu. Dia sosok yang selalu melindungi dan menghibur aku di kala aku merasa menjadi anak yang terbuang dari pergaulanku saat aku kecil dulu.
Bahkan pernah suatu hari, saat aku pergi ke masjid untuk bersembahyang maghrib berjamaah bersama Zahra. Merekapun masih terus saja mengejekku. Namun saat itu, sikap mereka lebih usil dari biasanya. Saat aku dan Zahra berwudlu, mukena yang aku letakkan di dalam masjid, mereka ambil dan mereka sembunyikan entah dimana. Setelah aku berwudlu, aku masuk ke dalam masjid. Dan aku pun kaget melihat mukenaku telah raib. Namun, mukena Zahra masih ada di tempat semula. Hanya mukena milikku saja yang hilang. Aku pun berusaha mencarinya, Zahra pun akhirnya ikut membantuku mencari. Di setiap sudut di dalam masjid itu aku cari, namun hingga menjelang sholat maghrib berjamaah dimulai, mukenaku masih belum ditemukan. Aku sangat sedih dengan kejadian ini. Teman-teman yang biasa mengusiliku tiba-tiba tertawa cekikikan melihat ulahku yang kebingungan bersama zahra. Sebelumnya, aku merasa buka mereka yang melakukan semua ini. Tapi, setelah melihat gelagat dan tingkah laku mereka yang selalu menyindirku saat aku dan Zahra sedang sibuk mencari mukenaku, aku menjadi berfikir bahwa merekalah yang melakukan semua ini. Karena aku tak ada bukti bahwa mereka yang telah menjadi tersangka dalam tebakanku, aku pun mengurungkan niat, untuk marah dan meminta mereka untuk mengembalikan mukena yang telah mereka sembunyikan. Aku sudah hampir meneteskan airmata. Namun, Zahra yang tak henti-hentinya menghiburku, aku merasa beruntung. Aku merasa Allah sangat sayang pada dirku, kerena telah mengirimkan seorang sahabat yang selalu ada di sampingku di saat aku merasa sangat tak berdaya mengahadapi cobaan hidup yang begitu berat bagi gadis kecil seusiaku saat itu. Terima kasih Zahra, engkau memang bidadari malaikat yang telah dikirim Allah dari surga.
Suara iqomat dari salah satu makmum di dalam masjid itu pun sudah terdengar. Pertanda sholat jamaah sholat maghrib akan segera dilaksanakan. Mukenaku pun masih belum ditemukan. ”Ya udahlah ra..mending kamu sholat aja di dalam. Udah mulai tuh sholat jamahnya.”, aku menyuruh zahra untuk segera masuk ke dalam masjid untuk melakukan sholat berjamaah bersama. ” Tapi mey, gimana ma kamu? Trus kamu ga ikut ga sholat jamaah dong.”, ujar zahra hendak menolak permintaannya untuk segera mengikuti sholat jamaah. ” Udah gapapa ra. Km tuh kudu lebih mengutamakan Allah dari pada hanya sekedar masalah sepeleku ini. Udah cepet masuk, keburu kamu ketinggalan satu roka’at tuh.”, kata ku agak memaksa. ” Ya udah, klo gitu aku masuk dulu ya. Kamu tunggu aku disini. Nanti kita cari lagi mukena mu sehabis sholat selesai. ok!”, Zahra pun akhirnya menyetujui permintaanku.
Setelah sholat jamah maghrib usai, zahra pun menghampiriku. Ketika semua jamaah sholat yang lain sudah keluar, kami pun memulai pencarian kembali. Beberapa menit kemuadian, akhirnya kamipun berhasil menemukan mukenaku. Ternyata ada yang menyembunyikan mukena milikku di tempat sholat jamaah laki-laki. Aku sangat bersyukur telah berhasil menemukan mukenaku. Sekali lagi aku harus berterima kasih pada Zahra karena bantuannya ini. Ternyata teman-teman yang selalu menjahiliku itu, masih belum bosan untuk selalu menggangguku. Kali ini mereka tidak menyembunyikan mukenaku lagi, tapi mereka mengerjaiku lebih parah lagi. Saat sholat jamaah maghrib telah dimulai, dan saat sujud rakaat pertama, mereka melepas tapi mukena atasanku. Sehingga mukenaku snagat terkesan tidak rapi, dan yang terpenting, membuatku tidak nyaman dalam melakukan sholat. Tak hanya itu yang mereka lakukan padaku. Saat ruku’ di rakaat ketiga, mereka tiba-tiba saja memelorotkan bawahan mukenaku. Tentu saja aku langsung panik. Namun, dengan sekuat tenaga aku berusaha untuk tetap fokus dan berkonsentrasi beribadah pada Allah SWT. Aku hanya sedikit sedih, kenapa mereka sangat tega melakukan semua ini padaku. Akupun tak dapat melawan rasa ingin menangisku. Di sujud yang terakhir, akupun menumpahkan segala airmata yang sejak dahulu tertahan. Aku berkeluh kesah pada Sang Maha Pencipta. Aku memohon kesabaran pada-Nya.
Hari itu merupakan hari paling menyedihkan bagiku. Tapi untuk kesekian kalinya Zahra turut menghiburku. Kenapa mereka semua sangat hobi untuk mengejekku. Apa hanya karena aku seorang anak cina. Yah, aku memang dilahirkan sebagai keturunan cina. Ayahku memang lahir dari keluarga tionghoa. Namun ibuku asli orang jawa. Tapi apa memang berhak seorang anak cina seperti diriku, pantas dijadikan sebagai bahan permainan teman-teman yang lain? Sungguh tak adil bagiku.
Sesampai di rumahku, aku coba menenangkan diriku. aku ingin menghabiskan waktu malam ini dnegan membaca buku. Aku memang sangat suka membaca buku. Kebetulan hari ini aku habis meminjam buku di perpustakaan dekat rumahku. Aku sangat tertarik dengan judul di buku itu. ”Ukhti, Indahkan Jilbabmu”, sungguh judul yang membuatku terkagum-kagum. Ku ambil buku di atas meja belajarku itu. Kubaca halaman perhalaman. Aku tertarik pada salah satu kalimat yang ada di buku itu.
”Dewasa ini kita melihat banyak kaum muslimah yang tidak berjilbab dan apabila ada yang berjilbab bukan dengan tujuan untuk menutup aurat-aurat mereka akan tetapi dengan tujuan mengikuti mode, agar lebih anggun dan alasan lainnya. Sehingga mereka walaupun berjilbab tetapi masih memperlihatkan bentuk tubuh mereka dan mereka masih ber-tasyabbuh kepada orang kafir.”
Membaca kalimat tersebut. Aku merasa mendapat teguran. Aku hanya mengaku sebagai muslimah saja. Tapi aku masih belum membuktikan bahwa aku memanglah seorang muslimah yang sejati. Aku ingin menjadi seorang muslimah yang memang diharapkan oleh agamaku. Ternyata ilmu agamaku masih sangatlah dangkal. Ini smeua terjadi karena rasa ketidakpeduliaku untuk mencari ilmu. Tapi aku sangat bersyukur, di malam saat aku mencoba untuk menenangkan diri dari masalah yang baru saja aku hadapi tadi, membuat aku mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Aku mendapat ilmu baru mengenai kewajiban seorang muslimah untuk menutup aurat dengan berpakaian dan berjilbab dengan cara yang syar’i.
Sejak saat itu, aku ingin membangun jatidiriku sebagai seorang muslimah yang memang diharapkan oleh agamaku. Meskipun secara fisik aku tetaplah sebagai orang cina. Saat aku duduk di bagku SMP, aku memutuiskan untuk bersekolah di SMP Islam. Dan akupun mulai mengenakan jilbab. Di masa-masa SMP ku inipun, tak semulus yang aku bayangkan. Semua anak yang ada disana memandangku, seakan-akan aku terjebak dalam dunia yang berbeda. Padahal, dunia seperti inilah yang aku harapkan, dan aku yakini akan membuat hidupku menjadi lebih damai. Meskipun demikian, aku mencoba untuk bersabar, dan mencoba untuk membiasakan diri dengan keadaan. Secara lambat namun pasti, akhirnya, temen-teman yang sudah mengenalku secara baik, lama kelamaan segera berubah pikiran tentang pikirannya yang dahulu tentang diriku. Mereka meminta maaf padaku karena sikapnya dulu. Aku tak mengharapkan permintaan maaf itu, aku hanya maklum dengan sikap mereka waktu itu, dan aku sudah memaafkannya. Aku sangat bahagia sejak saat itu. Aku mempunyai banyak sahabat baik. Yang jelas, tak kalah baiknya dengan sahabatku, Zahra.
Itu semua memang hanya sepenggal kisah lamaku. Tapi, aku tak mampu untuk melupakan masa laluku yang sedikit berbeda dengan teman-temanku yang lain. Kisah kelam seorang gadis kecil cina yang memeluk agama Islam.
Saat menjelang ujian akhir SMA, aku mendapat cobaan yang sangat berat bagiku. Ayahku yang setelah sekian tahun menderita kanker polip di hidung itu, kini telah dipanggil oleh Sang Maha Esa. Sungguh aku tak kuasa menahan rasa tangis ini. Aku masih merasa syok atas kepergian ayahku untuk selama-lamanya ini. Ada beberapa hal yang aku sesalkan atas kepergian ayahku. Selama hidupnya, ayahku hanya masih mengerjakan ibadah sholat wajib beberapa kali saja. Ayahku memang seorang mu’alaf. Saat belum menikah dengan ibuku, ayahku yang berkeluarga china itu, masih memeluk agama kristen katolik. Tapi semenjak masuk agama Islam, ayahku sering merasa malas untuk melakukan ibadah yang memang telah diwajibkan oleh agama Islam. Saat bulan Ramadhan pun ayahku tidak 100% menjalankan ibadah puasa selama satu bulan. Ayahku sering membatalkan puasa di tengah hari saat berpuasa. Alasannya selalu karena ayahku merasa tak kuat untuk menahan lapar dan dahaga di siang hari yang begitu panas di kota Surabaya ini. Sebenarnya ayahku sudah tau bahwa ibadah sholat dan puasa telah diwajibkan dalam agama Islam. Namun ayahku selalu terhalang oleh rasa malas yang sudah menjadi sifatnya. Ibuku sudah terlalu sering menasihati ayahku. Tapi ayahku memang yang tak selalu menghiraukan semua perkataan ibuku. Dan kini, ayahku telah berpulang kepada Sang Maha Pencipta. Aku sebagai putri tertua di keluargaku ini, yang harus membantu ayahku, dengan cara menjadi putri yang solehah, yang mampu menyelamatkan ayahku di akhirat kelak.
Hal kedua yang menjadi kewajibanku setelah kepergian ayahku untuk selama-lamanya ini adalah aku harus menjadi seorang putri yang mampu untuk membantu ibuku untuk menghidupi kedua adikku. Aku memang akan lulus dari tingakatan sekolahku di SMA ini. Tapi, sebenarnya aku telah mempunyai niat yang sangat besar untuk dapat melanjutkan pendidikanku di Perguruan Tinggi. Tapi, sepertinya aku harus mengubur dalam-dalam impianku itu. Aku harus membantu ibuku bekerja untuk kedua adikku yang keduanya masih bersekolah di tingkat SMP. Sejak ayahku meninggal, ibuku hanya berwiraswasta sebagai penjual jajanan anak kecil di depan rumah. Tentu dari perkerjaan itu, ibuku tak mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai adikku bersekolah.
Seusai aku lulus dari bangku SMA, aku berusaha kesana kemari untuk mencari pekerjaan. Di jaman sekarang ini, jarang ada perusahaan yang mau menerima calon pegawai dengan pendidikan hanya lulusan SMA. Namun, aku tak berputus asa. Aku yakin, Allah telah menyediakan rejeki untukku jika aku mau berusaha lebih giat lagi. Tak lama setelah aku menelusuri jalanan panjang ibu kota Jawa Timur ini, ada suara yang tiba-tiba menyapaku. ”Assalammualaikum”, suara seorang wanita dari dalam mobil dengan kaca samping mobil yang terbuka itu tiba-tiba memberi saam pada ku. ”Walaikumsalam”, jawabku lirih, dengan rasa ragu, apakah salam itu memang ditujukan bagi diriku. Sambil kutengokkan pandanganku ke arah mobil yang tiba-tiba mendekatiku.
Setelah beberapa detik ingatanku berpikir, akhirnya aku menyadari bahwa sosok wanita berjilbab yang memberi salam padaku itu adalah sahabat baikku di saat aku duduk di bangku SMP. Senyumku pun berkembang. Lalu aku sambut pelukan hangat dari sahabat yang sudah lama tak pernah aku jumpai itu. Aku sangat bahagia. Akhirnya kami pun saling bercerita selama kami tak pernah berjumpa. Dia pun turut bersedih atas keadaan yang sedang aku alami saat ini. Namun tiba-tiba dia teringat mengenai tawaran pekerjaan yang baru saja ia dapatkan dari seorang teman laki-lakinya SMA dulu. Dia menawarkan padaku mengenai pekerjaan dari kawan lamanya itu. Entu saja aku sangat gembira mendengar berita ini. Lalu, sahabatku itu bersedia untuk membatuku. Seketika itu pula dia langsung menghubungi kawan yang menawarkan pekerjaan padanya. ”Alhamdulillah. Ternyata pekerjaan itu masih belum ada yang mendapatkannya. Jadi besok kau akan ku antarkan ke perusahaan kawanku itu. Bagaimana?” ,katanya setelah beberapa mengobrol melalui telepon selular yang ada di tangannya. ” Benarkah? Alhamdulillah… Aku sangat bahagia mendengar kabar ini. Terima kasih ya atas bantuanmu ini. Aku sungguh berhutang budi padamu.”, ucapku
Tak ingin lama membuang waktu, esok harinya pun aku dan sahabat lamaku, langsung menuju ke perusahaan teman yang menawarkan pekerjaan padanya itu. Letak perusahaan temannya itu ternyata tak cukup jauh dari tempat aku dan sahabatku berjanji untuk bertemu hari ini. Tak sampai memakan waktu lebih dari setengah jam, kamipun sudah sampai di perusahaan tersebut. Sungguh tak disangka, ternyata perusahaan yang dimaksud, termasuk dalam jajaran perusahaan besar. Aku merasa pesimis untuk dapat diterima sebagai salah satu pegawai di perusahaan ini. Apalagi aku hanya sebagai lulusan SMA saja. Tapi dengan doa dan penuh harap, aku terus melangkahkan kakiku menuju ke ruang yang di tunjukkan oleh salah satu pegawai di perusahaan itu. Lalu, aku dan sahabatku itu menunggu di ruang tunggu. Kami menunggu beberapa menit lamanya. Tak lama kemudian, keluarlah sosok yang sangat dikenal oleh sahabatku. Sosok lelaki itu ternyata adalah teman baik sahabatku yang telah menawarkan pekerjaan. Untuk mempersingkat waktu, akhirnya sahabatku langsung memeperkenalkan diriku pada teman lelakinya itu. Dia menjelaskan bahwa akulah yang dipromosikan untuk melamar pekerjaan di perusahaannya itu. Lelaki indo-arab itu ternyata bernama Fathir. Fathir mempersilahkan aku masuk ke dalam ruangannya untuk dilakukan wawancara. Tentu saja aku masuk ke dalam ruangan ber-AC itu bersama sahabat yang telah memperkenalkan Fathir padaku. Aku sungguh salut saat Fathir mengijinkan Fitri menemaniku saat dilakukan wawancara di dalam ruangannya. Seakan dia bisa mendengar bisikan hatiku agar diijinkan untuk membawa Fitri ke dalam ruangannya. Mana mungkin dalam ruangan sebesar itu, hanya ada aku dan lelaki yang baru aku kenal itu. Namun, saat aku hendak duduk, aku merasa kaget melihat tulisan jabatan yang tergeletak di atas meja lelaki yang mengaku bernama Fathir itu. ”Ir. Moch. Fathir, DIREKTUR UTAMA VIFAT ABADI” Aku mencoba untuk menutupi rasa kagetku itu. Aku harus menenangkan pikiranku agar bisa berhasil diterima dengan baik di perusahaan yang cukup terkenal di kota Surabaya ini. Aku memang lupa menanyakan pada Fitri jabatan yang disandang oleh teman laki-lakinya itu. Tapi, yang aku herankan, kenapa seorang direktur sepertinya yang hendak mewawancarai calon pegawai sepertiku. Bukankah, pekerjaan seperti ini dilakukan oleh bagian personalia. Namun, aku urungkan niatku untuk mmepertanyakan hal ini.
” Maaf, mungkin kalian heran, knapa bukan bagian personalia yang akan mewawancarai. Tapi, kali ini aku sedang ingin mwngambil alih sementara tugas bagian personalia, khusus untuk teman yang telah direkomendasikan sahabat baiknya yang akan menjabati pekerjaan yang telah aku tawarkan. Aku yakin akan kulaitas dari sahabat dari Fitri, sahabat baikku. Aku yakin akan pilihannya. Dan aku sendiri yang ingin membuktikannya. Boleh kan?”, jelas Fathir selaku direktur utama di perusahaan terkenal di Surabaya itu.
Untuk kedua kalinya lelaki itu telah berhasil membaca pikiranku. Namun, kata-kata itu juga telah berhasil membuat aku bertambah kaget dan merasa agak tegang. Tentu saja, aku hanya bisa berharap dari pertolongan Allah agar memberi aku ketenangan untuk bisa menjawab segala pertanyaannya dengan baik dalam sesi wawancara ini.
Alhamdulillah, aku panjatkan atas karunia yang telah dilimpahkan oleh Allah Yang Maha Kuasa. Tak terasa, aku sudah mengabdikan diri di perusahaan ini selama lebih dari lima bulan, sejak aku diterima menjadi bagian staff keuangan di perusahaan Vifat Abadi. Aku merasa bersyukur, karena dengan penghasilanku disini, aku bisa mencukupi kebutuhan keluargaku. Dan ibukupun sudah berhenti dari pekerjaan berdagangnya. Ini sudah saatnya aku memanjakan ibuku. Aku tidak ingin melihat ibuku menderita lagi.
Saat sepulang aku mengantarkan adikku yang paling bungsu ke perpustakaan daerah, aku melihat sebuat mobil terparkir di halaman rumahku. Aku pikir, mungkin ada tamu tetangga yang sedang berkunjung. Saat aku masuk ke dalam rumah, ternyata aku melihat sepasang sepatu pantovel ada di depan pintu rumahku. Setelah aku mengucap salam pada penghuni rumah, aku melihat sosok lelaki yang sangat aku kenali. Fathir. Ada apa dia berkunjung ke rumahku. Tiba-tiba ibu membawaku masuk ke dalam kamar, tentu setelah ijin pada Fathir. Ibu mengatakan tentang maksud Fathir datang kerumahku. Ternyata dia datang untuk melamar diriku. Mendengar penjelasan ibu itu,sungguh membuat jantungku berpacu sangat cepat. Hati kecilku tak bisa dibohongi, sejak awal, aku memang sudah merasa kagum dengan kepribadian yang dimiliki oleh Fathir. Jadi, jelaslah sudah, jawaban apa yang harus aku berikan padanya. Ibukupun tersenyum bahagia, begitu pula dengan adik-adikku.
Subhanallah. Allah begitu adil pada makhluknya. Allah melukiskan takdir yang sungguh indah di akhir cerita. Masa laluku yang suram itu kini telah berganti dengan kebahagiaan yang tak ternilai. Terima kasih ya Allah, airmataku kini telah tergantikan oleh indahnya mutiara nan kemilau, meskipun aku hanyalah muslimah cina biasa.

::: ........................... :::

Ya Robby... cobaan apa lagi yang akan di berikan kepada keluarga kami ??? 


mamah... maafin Owmy, owmy ga tau apa yang sebebnernya terjadi. owmy maiinta maaf tadi dah sedikit bentak mamah. owmy tau mamah sakit dengan semua ini... owmy miinta maaf mah. owmy ga biisa berbuat apa" buat mamah.hanya do'a yang bisa owmy berikan buat mamah.