Jumat, 05 November 2010

::: Syariffudin Family :::

Ini sebagian dari keluarga Syariffudin kakek w. paliing kanan Om w dan sii kecil sepupu w Faozan,juga ada tante. kiri bawah sepupu w Wullan, juga Kakek w dan juga w.hhhmmm... mungkiin semuanya pada biingung yah napa w ga bareng ma ibu bapa w.yahhh... kalo di ceritain pasti panjang. hehhee... 



::: ASAL USUL MAJLIS NURUL MUSTHOFA :::

PERANAN HABAIB (‘ALAWIYIN) DI INDONESIA
SEJARAH SINGKAT TENTANG PERANAN ALAWIYIN DI INDONESIA
KEPADAMU KU TITIPKAN AL-QUR’AN DAN KETURUNANKU….
(Al-Hadith Rasullah s.a.w. Dirawikan oleh Imam Ahmad Ibn Hambal)
A. PENDAHULUAN
Pada zaman kekhalifahan Bani Abbas (750-1258 M) berkembanglah ilmu pengetahuan tentang Islam yang bercabang-cabang disamping kenyataan itu penghidupan lapisan atas menyimpang dari ajaran agama Islam. Dibentuknya dynasti Bani Abbas yang turun-temurun mewariskan kekhalifahan. Istilah “muslim bila kaif” telah menjadi lazim. Hidupnya keturunan Sayidatina Fatmah Al-Zahra dicurigai, tiada bebas dan senantiasa terancam, ini oleh karena pengaruhnya anak cucu dari Al-Hasan dan Al-Huseyn r.a. atas rakyat sangat besar dan diseganinya. Keinginan kebanyakan orang Muslim adalah seorang keturunan Nabi yang seharusnya memegang kekhalifahan. Banyak yang dipenjarakan dan dibunuhnya oleh karenanya banyak pula yang pindah dan menjalankan diri dan pusat Bani Abbas di Bahdad,
AHMAD BIN ISA r.a.
Dalam keadaan sebagai diuraikan di atas, yang pasti akan dikutuk Allah s.w.t. dan dengan hendak memelihara keturunannya dari kesesatan, mengulangilah AHMAD BIN ISA BIN MUHAMMAD BIN ALI BIN JA’FAR BIN MUHAMMAD BIN ALI BIN AL-HUSEYN r.a. duanya sayidina Ibrahim a.s. yang tersurat dalam Al-Qur’an surat 14 ayat 37 dan dipilihnya Hadramaut yang bertetanaman, untuk menetap dan berhijrahlah beliau dari Basrah ke Hadramaut, dimana beliau wafat di Hasisah pada tahun 345 H.
ALWI BIN UBAIDILLAH….ALAWIYIN
Keturunan dari AHMAD BIN ISA tadi yang menetap di Hadramaut dinamakan ALAWIYIN ini dari nama cucunya AL-WI BIN UBAIDILLAH BIN AHMAD BIN ISA yang dimakamkan di Sumul.
Keturunan sayidina Al-Hasan dan Al-Huseyn r.a. disebut juga ALAWIYIN dari sayidina Ali bin Abi-Talib k.w, Keluarga Al-Anqawi, Al-Musa-Alkazimi, Al-Qadiri dan Al-Qudsi yang terdapat sedikit di Indonesia adalah Alawiyin, tapi bukan dari Alwi bin Ubaidillah.
MUHAMMAD AL-FAQIH AL-MUQADDAM
Luput dari serbuan Hulaku, saudara maharaja Cina, yang mentamatkan kekhalifahan Bani Abbas (1257 M), yang memang telah dikhawatirkan oleh AHMAD BIN ISA akan kutukan Allah s.w.t, maka di Hadramaut Alawiyin menghadapi kenyataan berlakunya undang-undang kesukuan yang bertentangan dengan ajaran Islam, dan kenyataan bahwa penduduk Hadramaut adalah Abadhiyun yang sangat membenci sayidina Ali bin Abi-Talib r.a. Ini ternyata pula hingga kini dari istilah-istilah dalam loghat orang Hadramaut. Dalam menjalankan “tugas suci”, ialah pusaka yang diwariskannya, banyak dari pada suku Alawiyin tiada segan mendiami di lembah yang tandus. Tugas suci itu terdiri dari mengadakan tabligh-tabligh, perpustakaan-perpustakaan, pesantren-pesantren (rubat) dan masjid-masjid.
Alawiyin yang semuala bermazhab “Ahli-Bait” mulai memperoleh sukses dalam menghadapi Abadhiyun itu setelah Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam BIN ALI BIN MUHAMMAD BIN ALI BIN ALWI BIN MUHAMMAD BIN ALWI BIN UBAIDILLAH melaksanakan suatu kompromis dengan memilih mazhab Muhammad bin Idris Al-Syafi-I Al-Quraisyi, ialah yang kemudian disebut mazhab Sayfi-I, Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam ini wafat di Tarim pada tahun 653 H.
TUGAS SUCI (ISLAMISASI)
Alawiyin dalam menyebarkan agama Islam menyeberang ke Afrika Timur, India, Malaysia, Thailand (Siam), Indonesia Tiongkok (Cina), Filipina, dsb.
 b. ALAWIYIN DI INDONESIA SEBELUM DIJAJAH BELANDA
Sebelumnya orang Barat datang, maka berkembanglah agama Islam dengan baik sekali dan terbentuklah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Runtuhnya Kerajaan Islam di semenanjung Iberia dalam abad ke VI M. dengan jatuhnya Al-Andalus (1492 M), mengakibatkan pengerjaan bangsa Spanyol terhadap Muslimin, pengejaran mana diberkati Paus Roma. Jika kehendak orang Spanyol menyeranikan, maka kehendak orang Portugis ialah berniaga dengan orang Muslim di Indonesia, dan oleh karena ini orang Portugis ialah memperoleh sukses. Sebab peperangan di Europa antara Spanyol sepihak dengan masing-masing Belanda dan Inggris, maka kedua bangsa ini turut juga datang ke Indonesia ditentang oleh kaum Muslimin di tanah air kita.
c. ALAWAYIN DI INDONESIA DI MASA JAJAHAN BELANDA
Dengan pelbagai tipu muslihat dan fitnah akhirnya Belanda disokong oleh negara-negara Barat lain, dapat menguasai Indonesia dan ekonomi Belanda mulai berkembang pesat sesudahnya dapat dipergunakan kapal uap. Alawiyin dari pada awalnya jajahan Belanda mulai merasakan rupa-rupa kesulitan, oleh karena Belanda melihat bahwa Alawiyin-lah yang dalam segala lapangan menjadi pelopornya, baik di medan perang maupun dalam bidang pengangkutan barang-barang lewat lautan atau bidang kebudayaan (agama).
Dilarangnya Alawiyin menetap di pedalaman pulau Jawa, dilarangnya berkeluarga dengan anggota istana (yang memang keturunan Alawiyin), hingga yang tiada mampu pindah ke perkampungan tertentu di bandar-bandar di tepi laut, atau karena sebab lain, mengambil nama keluarga Jawa agar dianggapnya orang Jawa asli, pribumi. Oleh karenanya pindahanya Alawiyin dari pedalaman ke bandar-bandar di pinggir laut, maka pula pusat ke-Islaman pindah ke utara seperti Semarang, Surabaya, Jakarta, dst. Yang tidak dapat berpindah dari pedalaman menetap di perkampungan-perkampungan yang disebut “kaum” Suku-suku Alawiyin yang telah anak-beranak dan tiada mampu pindah ke kota-kota besar dan mengambil nama ningrat Jawa, ialah banyak dari pada Al-Basyiban, Al-Baabud, Al-Binyahya, Al-Aydrus, Al-Fad’aq dan lain-lain lagi. Dalam keadaan yang demikian itu, Belanda baru mulai berusaha menyeranikan Jawa Tengah, dimana Islam tiada dapat berkembang oleh karena peperangan-peperangan melawan Belanda dan berhasilnya aneka fitnah yang Belanda ciptakan antara penguasa-penguasa pribumi sendiri.
Anak Muslim tiada boleh bersekolah, sedangkan anak Kristen dapat pendidikan dan pelajaran modern. Kemudian di-izinkan bersekolah Belanda anak-anak orang yang berpangkat pada pemerintah jajahan, dan diharuskan mereka tinggal (yakni in de kost) pada pejabat Belanda. Katanya agar, dapat lancar berbicara bahasa Belanda dan mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberi dalam bahasa itu; sebetulnya untuk menjadikan kanak-kanak itu berfikir dan hidup secara orang Belanda, dan untuk mengasingkan mereka dari bangsawan sendiri, dari adat-istiadat dan agamanya. Anak rakyat biasa, awam, mengaji, baik pada madrasah-madrasah Alawiyin atau pesantren-pesantren.
Hubungan Alawiyin dengan para kiyahi erat sekali. Untuk melumpuhkan berkembangnya agama islam di antara anak-anak rakyat jelata, Belanda mengadakan sekolah-sekolah Hollands Inlandse School (H.I.S) dengan syarat bahwa murid tiada boleh bersaring dan berkopya-pici, harus mengenakan celana pendek sampai atas lutut, pakaian mana bukan kebiasaan orang yang mendirikan salat. Jangan sampai kanak-kanak dapat membaca Al-Qur’an dan kitab-kitab agama Islam yang tertulis dengan huruf Arab, Belnda mengajar dengan sungguh menulis dengan huruf lain, dan mengadakan buku-buku yang menarik, dalam huruf ini, untuk maksud mana dibentuknya Balai Perpustakaan. Banyak buku-buku yang dikarang oleh pendeta dan padri indolog dan orientalis, mengandung racun bagi anak murid yang pengetahuannya tentang Islam dan tarikhnya masih sangat Dangkal.
Alawiyin menolak tawaran Belanda untuk membangun Hollands-Arabise School (H.A.S, dan menolak pula subsidi dari pemerintah jajahan bagi madrasah-madrasahnya, karena curiga dan takut dri tipu muslihat dan pengaruh Belanda yang berniat merusak agama Islam. Alawiyin tiada dibolehkan menidirkan cabang-cabang mandrasah di kota-kota besar dengan nama yang sama, oleh karena itu nama-nama madrasah yang sama skala pendidikannya, berlainan namanya. Para guru dari negara Islam didatangkan untuk mengajar di madrasah-madrasah, dan kanak-kanak yang berbakat dikirim lanjutkan pelajarannya ke Hadramaut, Hejaz, Istanbul, Kairo dan lain-lain.
Disamping perguruan, Alawiyin aktif juga di lapangan politik hingga beberapa orang ditangkap dan dipenjarakan. Melawan Belanda antara mana di Aceh, dan sesudah Aceh ditaklukannya, Muslimin hendak mengadakan pemberontakan disana dengan mengibarkan bendera Khalifah Muslimin. Alawiyin hendak menerbitkan pemberontakan di Singapura di kalangan tertentu Muslimin India yang Inggeris hendak berangkatkan untuk berperang di iraq (Perang Dunia I). Perlu juga diketahui bahwa Alawiyin senantiasa berhubungan dengan Muslimin di luar negeri, orang-orang yang terkemuka dan berpengaruh, teristimewa dengan Padisyah, Khalifatul Muslimin, di Istanbul, yang atas aduan Alawiyin pernah mengirim utusan rahasia untuk menyelidiki keadaan-keadaan Muslimin di Indonesia.
d. ALAWIYIN DI INDONESIA DI MASA PENDUDUKAN MILITER JEPANG
Pendudukan militer Jepang menindas dan mematikan segala kegiatan Alawiyin, terutama dalam bidang politik, peguruan tabligh, pemeliharaan orang miskin dan anak yatim. Perpustakaan yang tidak dapat dinilai harganya di-angkat Jepang, entah kemana. Semua kibat ada capnya dari Al-Rabitah Al-alawiyah yang berpengurus-besar hingga kini di Jalan Mas Mansyur (dahulu jalan Karet) No. 17 Jakarta Pusat (II/24).
e. ALAWIYIN DI INDONESIA SETELAH MERDEKA
Pemuda Alawiyin turut giat melawan Inggeris dan Belanda (Nica), bergerilya di pegunungan. SEMUA PEMUDA ALAWIYIN ADALAH WARGANEGARA INDONESIA dan masuk
 berbagai partai Islam. Dalam lapangan ekonomi mereka sangat lemah hingga kini belum dapat merebut kembali kedudukannya seperti sebelumnya pecah perang dunia ke-dua dengan lain kata, jika Alawiyin sebelumnya Perang Dunia ke II dapat membentuk badan-badan sosial seperti gedung-gedung madrasah, rumah yatim piatu, masjid-masjid dan membayar guru-guru yang cakap, maka sekarang ini dengan susah payah mereka membiayai pemeliharaannya dan tidak dapat lagi memberi tenaga guru-guru sepandai dan seacakap yang dahulu, meskipun kesempatan kiniadalah lebih baik dari dan pertolongan pemerintah ala qadarnya. Kegiatan yang tersebar sampai di pelosok-pelosok kepualauan Indonesia.
Alawiyin yang lebih dikenal dengan sebutan sayid, habib, ayib dan sebagainya tetap dicinta dimana-mana dan memegang peranan rohani yang tidak dapat dibuat-buat sebagaimana juga di negara islam lain. Kebiasaan dan tradisi Alawiyin di-ikuti dalam Perayaan maulid Nabi, haul, nikah, upacara-upacara kematian dan sebagainya.
Suku-suku Alawiyin di Indonesia yang berjumlah kurang lebih 50.000 orang; ada banyak yang besar, antara mana Al-Saggaf, Al-Attas, Al-Syihab, Al-Habasyi, Al-Aydrus, Al-Kaf, Al-Jufri, Al-Haddad dan semua keturunan asal-usul ini dicatat dan dipelihara pada Al-Maktab Al-Da-imi yaitu kantor tetap untuk statistik dan pemeliharaan nasab sadatul-alawiyin yang berpusat di gedung “Darul Aitam”

::: Siapa Syekh Muhammad Hisham? :::

 Syekh Muhammad Hisham Kabbani q.s. adalah seorang ulama dan syekh sufi yang berasal dari Lebanon. Beliau lulusan American University di Beirut dalam bidang kimia. Dari sana beliau melanjutkan studi kedokteran di University of Louvain, Belgia. Beliau juga meraih gelar di bidang Hukum Islam dari Universitas al-Azhar, Damaskus. Sejak usia 15 tahun, beliau telah menemani Syekh `Abdullah ad-Daghestani q.s. dan Syekh Muhammad Nazim al-Haqqani q.s., syekh agung Tarekat Naqsybandi yang mulia di masa ini. Beliau banyak melakukan perjalanan ke segala penjuru di Timur Tengah, Eropa, dan Timur Jauh untuk menemani syekhnya.
          Pada tahun 1991 beliau diperintahkan syekhnya untuk pindah ke Amerika dan mendirikan yayasan bagi Tarekat Naqsybandi di sana. Sejak saat itu, beliau telah membuka 13 pusat sufi di Kanada dan Amerika Serikat. Beliau telah mengajar di sejumlah universitas, seperti: the University of Chicago, Columbia University, Howard, Berkeley, McGill, Concordia, dan Dawson College, demikian pula dengan sejumlah pusat keagamaan dan spiritual di seluruh Amerika Utara, Eropa, Timur Jauh dan Timur Tengah.
          Misi dari Syekh Hisham Kabbani q.s. di benua Amerika adalah untuk menyebarkan ajaran sufi dalam konteks persaudaraan umat manusia dan kesatuan dalam kepercayaan kepada Tuhan yang terdapat dalam semua agama dan jalur spiritual. Usahanya diarahkan untuk membawa spektrum keagamaan dan jalur-jalur spiritual yang beragam ke dalam keharmonisan dan kerukunan, dalam rangka pengenalan akan kewajiban ummat manusia sebagai kalifah Tuhan di bumi ini.
          Sebagai seorang syekh sufi, Syekh Hisham q.s. telah diberi wewenang untuk membimbing para pengikutnya menuju Cinta Ilahi dan menuju tingkatan spiritual yang telah digariskan Sang Pencipta. Latihan spiritual yang berat yang telah ditempuhnya selama 40 tahun di bawah pengawasan syekh besar dan syekhnya, telah menganugerahinya kecakapan yang tinggi mencakup kebijaksanaan, cahaya ilahiah, intelektual yang diperlukan seorang guru sufi sejati.
           Misi Syekh Hisham q.s. yang jauh melampaui target di Amerika adalah kontribusinya yang unik terhadap usaha umat manusia dalam mencapai takdir tertingginya, yaitu kedekatan dengan Tuhannya. Usaha beliau untuk membawa kesatuan hati dalam gerakannya menuju Inti Ilahi merupakan warisan terbesarnya kepada dunia Barat.
          Syekh Hisham q.s. adalah keturunan Rasulullah saw. baik dari jalur Ayah dan Ibunya (al-Hasani al-Husayni). Dari istrinya, Hj. Nazihe Adil yang merupakan putri Syekh Nazim al-Haqqani q.s., beliau dikaruniai 3 putra dan 1 putri, serta beberapa cucu yang semuanya menetap di Fenton, Michigan.
          Beberapa posisi yang beliau duduki di Amerika saat ini antara lain: Ketua Islamic Supreme Council of America (ISCA), penasihat dalam Unity One, yaitu sebuah organisasi yang ditujukan untuk  perdamaian antar-gang di Amerika, penasihat dalam Human Rights Council, penasihat dalam American Islamic Association of Mental Health Providers dan penasihat dalam Office of Religious Persecution, US Department of State.
          Beberapa tulisannya yang telah dipublikasikan secara internasional antara lain: Classical Islam and the Naqshbandi Sufi Tradition, Naqshbandi Sufi Way: the Story of Golden Chain, Angels Unveiled-Sufi Perspective (edisi Indonesia: Dialog dengan para Malaikat, diterbitkan Hikmah), Pearls and Coral, Encyclopedia of Islamic Doctrine (7 volume), The Permissibility of Mawlid, “Salafi” Movement Unveiled, dan The Approach of Armageddon? (edisi Indonesia: Kiamat Mendekat, diterbitkan Serambi).
           Sejak tahun 1997, beliau telah beberapa kali berkunjung ke Indonesia dan sekarang telah memiliki ribuan murid yang tersebar di pelosok Jakarta, Sukabumi, Bandung, Pekalongan, Semarang, Tuban, Surabaya, Batam, Aceh, Padang, Bukittinggi, Bali dan lain-lain, yang semuanya terwadah dalam suatu keluarga besar Jemaah Tarekat Naqsybandi al-Haqqaniyah yang dalam keorganisasiannya dikelola Yayasan Haqqani Indonesia.
 
 

::: Bidadari Syurga :::

Bidadari Syurga Dalam suatu kisah yang dipaparkan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At Taubah ayat 111, yang artinya sebagai berikut : "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan sorga untuk mereka"
Selesai ayat itu dibaca, seorang anak muda yang berusia 15 tahun atau lebih bangkit dari tempat duduknya. Ia mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal. Ia berkata:"Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?" "Ya, benar, anak muda" kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:"Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan sorga."
Anak muda itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan. Hanya kuda dan pedangnya saja yang tidak. Sampai tiba waktu pemberangkatan pasukan, ternyata pemuda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.
Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak:"Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah . ." Kami menduga dia mulai ragu dan pikirannya kacau, kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu. Ia menjawab: "Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata: "Pergilah kepada Ainul Mardiyah." Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku , mereka bergembira seraya berkata: "Inilah suami Ainul Mardhiyah . . . . ." "Assalamu’alaikum" kataku bersalam kepada mereka. "Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?" Mereka menjawab salamku dan berkata: "Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu" Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.
Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: "Hai Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang . ..."
Ketika aku dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: "Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu." Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: "Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama".
Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka ditubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia. ( Irsyadul Ibad ).

::: Ulama dan Para Wali :::

Ulama (jama` dari orang alim), Ulama bisa dibilang Ulama bila dia telah memahami 3 hal :
1. Ilmu Syariat
2. Ilmu Thariqat
3. Ilmu Haqeqat
 Sesungguhnya ulama telah disebutkan di dalam Al-Qur`an dan Hadits Nabi SAW bahwa Allah SWT akan mengangkat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu.
Nabi SAW bersabda : “Ulama warisannya para nabi” dan Nabi SAW bersabda yang diriwayatkan dari Ibnu Mas`ud : “Wahai Ibnu Mas`ud, duduknya kamu satu jam di majlisnya orang alim, tidak memegang pena atau pulpen dan tidak menulis satu huruf pun maka lebih baik kamu daripada kamu memerdekakan seribu orang budak, dan melihatnya kamu ke wajah orang alim, maka lebih baik kamu dari pada kamu menyedekahkan seribu kuda di jalan Allah SWT dan mencium tangannya orang alim, maka lebih baik kamu dari pada kamu beribadah seribu tahun”.
Berkata Nabi SAW : “Satu orang ahli ilmu seperti ulama yang waro (apik) lebih ditakutkan syaiton dari pada seribu orang ahli ibadah yang bersungguh-sungguh tetapi dia bodoh”.
Berkata Nabi SAW : “Barang siapa yang mencari ilmu kepada seorang ulama maka Allah akan mengampuni dosanya sebelum dia melangkah”.
Berkata Nabi SAW : “Barang siapa yang memandang kepada seorang alim dengan memandang pandangan gembira, maka Allah SWT menjadikan pandangannya dengan Allah menciptakan para Malaikat yang khusus untuk memintakan ampun kepada Allah untuk orang yang memandang ulama”.
Berkata Nabi SAW : “Barang siapa yang memuliakan orang alim, maka dia telah memuliakan aku, dan barang siapa yang telah memuliakan aku, maka dia telah memuliakan Allah, barang siapa yang telah memuliakan Allah maka tempatnya adalah di syurga”.
Berkata Nabi SAW : “Tidurnya orang alim lebih baik dari pada ibadahnya orang jahil atau bodoh”.
Jelas hadits di atas bahwa ulama adalah kekasih Allah SWT dan kekasih Nabi SAW, Ulama-ulama Nabi Muhammad SAW adalah ulama yang mengajak umat mengajarkan kepada kebesaran Allah SWT dan mengikuti sunah-sunah Rasulullah SAW serta menerangkan kepada mereka tentang :
1. Ilmu Wajib
2. Ilmu Sunah
3. Ilmu Makruh
4. Ilmu Mubah
5. Ilmu Subhat
Di dalam ilmu syari`at, thareqat dan haqeqat.
Hakekatnya tugas ulama kepada orang awam adalah mengajarkan bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, agar ketauhidan dan keyakinan mereka tidak berubah dari kemegahan dunia serta isinya.
Apakah Para Wali Itu ?
Aulia atau Wali adalah ulama yang mengamalkan ilmu Allah SWT, ada yang diberi dan ada yang harus dengan belajar.
Aulia atau Wali adalah karunia dari Allah yang tidak bisa dicita-citakan untuk orang tersebut menjadi wali. Para Aulia atau Wali mereka kebanyakan beristiqomah/konsisten/kontinyu di dalam mengamalkan amal ibadah kepada Allah SWT, tetapi Aulia ini dibagi 2 :
1. Aulia atau Wali yang di mulai dengan menuntut ilmu
Aulia atau Wali ini akan lebih dipelihara oleh Allah SWT dengan ilmu yang dimilikinya karena dia memahami karunia yang telah diberikanNya, maka dia akan menjaga dengan sebaik-baiknya, menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
Allah SWT berfirman : ”Sesungguhnya para wali-wali Allah tidak merasakan takut dan tidak merasakan sedih”.
Ayat di atas jelas bahwa Allah SWT ridho kepadanya dan dia ridho kepada Allah SWT, baik apa yang Allah berikan kesenangan maupun kesusahan, tidak ada di hati para Wali Allah itu mengeluh karena mereka selalu bersyukur dan hari-harinya bertambah kebaikan sehingga Allah memberikan kelas yang tinggi disisi-Nya dengan beberapa macam kelas, para Wali Allah itu seperti ilmu padi, hati mereka makin terisi dengan cahaya, maka makin tunduk dan patuh kepada aturan-aturan Allah SWT.
Sesungguhnya telah jelas para Wali-wali Allah di dalam sabda Nabi SAW bahwa Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya bila seseorang hamba Allah dicintai oleh-Nya maka Allah akan menjadikan matanya adalah mata-Ku, kupingnya adalah kuping-Ku, mulutnya adalah mulut-Ku dan gerakannya adalah gerakan-Ku dan barang siapa yang mengganggunya maka dia siap berperang dengan-Ku”.
Maka demikian itu Allah memberikan kelebihan kepada mereka berupa kelebihan yang diluar akal manusia yang dinamai dengan “Karomah”.
Karomah
Karomah atau sering disebut dengan Keramat (Kemuliaan), kemuliaan disebabkan karena pengamalan ilmu mereka sehingga menimbulkan efek-efek kebaikan, mereka tidak rela melihat orang-orang fukoro atau masakin kesusahan, mereka selalu menjaga anak-anak yatim dan banyak sekali amal kebaikan yang menimbulkan karomah atau kemuliaan.
Sebagian dari ulama menafsirkan bahwa karomah atau kemuliaan Allah berikan kepada para Wali-wali Allah seperti hal-hal yang tidak diberikan kepada hamba-hamba Allah yang biasa seperti contohnya : ada mereka yang bisa menyembuhkan orang yang buta, ada mereka yang bisa berjalan di air atau di udara atau hal-hal yang diluar kebiasaan manusia, akan tetapi hakekatnya bahwa para wali Allah itu mulia karena mereka memuliakan undang-undang Allah SWT. Diantara mereka banyak sekali dan tidak terhitung jumlahnya dan tidak ada satu orang walipun yang mengakui dirinya wali.
2. Aulia atau Wali yang diberikan dengan karunia Allah tanpa belajar
Ada pula Aulia atau Wali yang diberikan dengan karunia Allah tanpa belajar tetapi banyak dari pada mereka yang tidak bisa menjaganya seperti contohnya Barsesoh yang diberikan kemuliaan semua muridnya bisa terbang, akan tetapi karena tidak memiliki ilmu dia menghalalkan segala cara sehingga dia mati dalam keadaan yang buruk.
Maka kesimpulannya adalah bahwa ilmu itu diatas segala-galanya.
 
Wallahu`alam

::: WAFATNYA SANG RASUL

Detik-detik kewafatan Rasulullah SAW telah tiba. Rasulullah SAW menyandarkan tubuhnya yang suci ke pangkuan Sayyidah `Aisyah. Tatkala itu, masuklah Abdurrahman dan Abubakar dan ditangannya ada sepotong siwak. Dengan matanya yang indah, Rasulullah SAW memandangi siwak tersebut dan menunjukkan bahwa beliau menginginkannya. Kemudian Sayyidah ‘Aisyah berkata kepada Rasulullah : “Wahai Rasulullah maukah aku ambilkan siwak ini untukmu ?” Beliau pun menganggukkan kepalanya bertanda mengiyakan. Kemudian Sayyidah ‘Aisyah pun mengambil siwak tersebut dan mengunyah ujungnya sampai lunak kemudian memberikannya kepada Rasulullah. Dan Rasulullah pun bersiwak dengan cara yang paling baik sebagaimana lazimnya dilakukan oleh beliau kala sehatnya. Di depan beliau ada sebuah bejana berisi air, lalu beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam air tersebut kemudian mengusapkan kewajahnya sambil berkata : “La ilaaha illallah, sesungguhnya kematian itu mengalami saat-saat yang pedih”.
           Tak berselang lama selesai bersiwak , saat itu kepala Rasulullah berada di pangkuan Sayyidah ‘Aisyah dan Sayyidah ‘Aisyah merasakan beratnya kepala Rasulullah di pangkuannya. Terlihat Baginda Rasul mengangkat kedua tangannya dan menatapkan pandangan ke atas, ke dua bibirnya bergerak dan Sayyidah ‘Aisyah mendengarkannya beliau berkata lirih : “bersama-sama dengan orang-orang yang telah engkau anugerahi nikmat, yaitu para Nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Ya Allah, ampunilah dan kasihanilah aku, pertemukan aku dengan kekasih Yang Maha Tinggi , Ya Allah Kekasih Yang Maha Tinggi”.
           Beliau mengulangi kalimat yang terakhir ini tiga kali, kemudian ke dua mata Rasulullah terpejam dan suara beliau pun tak terdengar lagi. Ruh suci beliau naik menuju kekasih Yang Maha Tinggi, Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Sesungguhnya kita milik Allah dan kita pun akan kembali kepada-Nya.
           Rasulullah wafat pada waktu dhuha musim panas, hari senin 12 Rabiul Awwal tahun 11 Hijriah. Usia beliau saat itu telah mencapai enam puluh tiga tahun lebih empat hari.
 
 
(Al Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf Setelah Berziarah di Maqam Rasulullah di Masjid Nabawi, Madinah)

::: Kutipan Ceramah Majlis, 30-10-2010 AL-HABIB HASAN BIN JA'FAR ASSEGAF :::

     Diantara keuntungan-keuntungan yang dimiliki oleh orang orang yang bertaqwa adalah :
1) Jalan keluar yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang yang bertaqwa dari segala macam kesulitan dan kesusahan.
2) Rezeki dari Allah SWT dari jalan yang tidak dikira-kirakan.
3) Kemudahan didalam setiap pekerjaannya.
4) penghapusan dosa dari Allah SWT.
5) Limpahan ganjaran pahala yang besar dari Allah SWT.
6) Janji dari Allah SWT berupa syurga
 
     Pembacaan solawat itu tidak memerlukan syarat untuk diterima oleh Allah SWT bahkan tidak memerlukan kekhusuan atau hadirnya hati kita dalam membaca solawat tersebut. Lalu bagaimana apabila kita membacanya dengan hati yang hadir dan ikhlas maka niscaya kita sudah pasti akan mendapatkan sepuluh rahmat dan ampunan dari Allah SWT sebagaimana Nabi Adam AS diampuni karena menyebut nama nabi Muhammad SAW.
 
     Musim haji telah tiba maka hendaknya kita sebagai umat islam untuk lebih memperhatikan ibadah haji ini karena ini merupakan perintah dari Allah SWT bagi orang-orang yang mampu untuk mengerjakannya. Apalagi Rasulullah SAW telah mengkabarkan didalam hadistnya bahwa orang yang mengeluarkan hartanya untuk membiayai orang agar naik haji maka pahalanya sama dengan orang yang membiayai orang yang berjuang dijalan Allah SWT berperang melawan orang kafir dipeperangan Dan satu dirhamnya itu akan dilipatkan pahalanya sampai tujuh ratus kali lipat.
 
     Ketaqwaan akan membawa kita masuk kedalam syurganya Allah SWT akan tetapi tidaklah Allah SWT memberikan syurga tersebut kecuali hanya kepada orang yang tidak memiliki rasa sombong didalam hatinya dan tidak melakukan kerusakan-kerusakan berupa perbuatan-perbuatan maksiat dimuka bumi ini.
 
     Hendaklah kita tidak mengucapkan ingin naik haji bila ingin melaksanakan ibadah haji akan tetapi hendaklah kita mengucapkan ingin berziarah kemaqam Nabi Muhammad SAW karena kita tidak akan tahu syariat ibadah haji kecuali dari Nabi Muhammad SAW. Apalagi dizaman sekarang yang penuh dengan bencana alam kita harus selalu ingat kepada Rasulullah SAW dengan memperbanyak solawat dengan menghadiri majlis-majlis maulid Nabi agar Nabi selalu berada pada diri kita sehingga kita tidak akan tertimpa musibah karena Al Qur’an telah mengkabarkan bahwa Allah SWT tidak akan menyiksa orang-orang selama Rasulullah SAW masih ada diantara kita maka dengan cara kita menghidupkan kembali majlis ilmu dengan cara kita menghadirinya dan mengerjakan sunah Nabi maka seakan-akan kita telah menghidupkan kembali Nabi Muhammad SAW. Selain itu apabila kita tidak ingin terkena azab Allah SWT kita harus memperbanyak istigfar minta ampun kepada Allah SWT dan kita juga harus bisa menegakan hukum dengan adil tanpa membeda-bedakan orang karena hancurnya orang-orang terdahulu dikarenakan mereka tidak adil dalam menegakan hukum agama sehingga apabila seorang yang terhormat melanggar mereka tidak menghukumnya akan tetapi apabila seorang yang hina melanggar mereka langsung menghukumnya.

::: Sayyidah Nafisah Guru Imam Syafi'i :::

Sayyidah Nafisah Guru Imam Syafi’i         Sayyidah Nafisah adalah putri Hasan al-Anwar bin Zaid bin Hasan bin Ali dan Sayyidah Fathimah az-Zahra', putri Rasululullah Saw. Sayyidah Nafisah dilahirkan di Mekah al-Mukarramah, 11 Rabiul awal 145 H. Pada tahun 150 H, Hasan menjabat sebagai Gubernur Madinah dan ia membawa Sayyidah Nafisah yang baru berusia lima tahun ke Madinah. Di sana Sayyidah Nafisah menghafal Al-Qur'an, mempelajari tafsirnya dan senantiasa menziarahi makam datuknya, Rasulullah Saw. Sayyidah Nafisah terkenal zuhud, berpuasa di siang hari dan bangun di malam hari untuk bertahajud dan beribadah kepada Allah SWT. Sayyidah Nafisah mulai umur enam tahun selalu menunaikan salat fardu dengan teratur bersama kedua orang tuanya di Masjid Nabawi. Sayyidah Nafisah menikah dengan putra pamannya, Ishaq al-Mu'tamin. Pernikahan itu berlangsung pada tanggal 5 Rajab 161 H. Umur Sayyidah Nafisah ketika itu 16 tahun. Ia dikaruniai seorang putra bernama al-Qasim dan seorang putri bernama Ummu Kultsum. Sayyidah Nafisah menunaikan ibadah haji sebanyak tiga puluh kali, sebagian besar ia lakukan dengan berjalan kaki. Hal tersebut dilakukan karena meneladani datuknya, Imam Husain yang pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku malu kepada Tuhanku jika aku menjumpai-Nya di rumah-Nya dengan tidak berjalan kaki." Riwayat-riwayat tentang Sayyidah Nafisah kebanyakan dinisbahkan kepada putri saudaranya, Zainab binti Yahya al-Mutawwaj, yang selalu menyertai dan menemaninya sepanjang hidupnya, serta tidak mau menikah karena ingin selalu melayani dan menyenangkannya. Zainab binti Yahya, saat berbicara tentang Sayyidah Nafisah, mengatakan, "Bibiku hafal Al Qur'an dan menafsirkannya, ia membaca Al Qur'an dengan menangis sambil berdo’a, 'Tuhanku, Mudahkanlah untukku berziarah ke tempat Nabi lbrahim as." Sayyidah Nafisah tahu bahwa Nabi Ibrahim adalah datuk para nabi, jadi datuk dari ayahnya juga, Muhammad Saw. Dan Rasulullah Saw mengatakan, "Akulah yang dimaksud dalam do’a Ibrahim as ketika berdo’a, “Ya Tuhan kami, utuslah kepada mereka seorang rasul di antara mereka yang akan membacakan ayat-ayat Mu kepada mereka dan akan mengajarkan kitab dan hikmah kepada mereka serta akan membersihkan mereka; sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Baqarah: 129) Hijrah ke Mesir         Ketika Sayyidah Nafisah menziarahi makam Nabi Ibrahim as, ia ingin menangis. Lalu ia duduk dengan khusyuk membaca Al-Qur'an surat Ibrahim: 35-37. Hari Penyambutan di Kota al-Arisy Ketika Sayyidah Nafisah datang ke Mesir, usianya 48 tahun. Ia tiba pada hari Sabtu, 26 Ramadan 193 H. Sewaktu orang-orang Mesir mengetahui kabar kedatangannya, mereka pun berangkat untuk menyambutnya di kota al-Arisy, lalu bersama-sama dengannya memasuki Mesir. Sayyidah Nafisah ditampung oleh seorang pedagang besar Mesir yang bernama Jamaluddin 'Abdullah al Jashshash, di rumah ini Sayyidah Nafisah tinggal selama beberapa bulan. Penduduk Mesir dari berbagai pelosok negeri berdatangan ke tempatnya untuk mengunjungi dan mengambil berkah darinya. Nafisah khawatir, hal itu akan menyulitkan pemilik rumah. la pun meminta izin untuk pindah ke rumah yang lain. la kemudian memilih sebuah rumah yang khusus untuknya di sebuah kampung di belakang Mesjid Syajarah ad-Durr di jalan al-Khalifah. Kampung itu sekarang dikenal dengan nama al-Hasaniyyah. Penduduk Mesir yang telah mengetahui rumah baru yang ditempati oleh Sayyidah Nafisah, segera mendatanginya. Nafisah merasa dengan banyaknya orang yang mengunjunginya, benar-benar menyulitkannya untuk beribadah. Ia berpikir untuk meninggalkan Mesir dan kembali ke Madinah. Orang-orang mengetahui rencana Nafisah untuk meninggalkan Mesir. Mereka segera kepenguasa Mesir, as-Sirri bin al-Hakam, dan memintanya agar meminta Sayyidah Nafisah untuk tetap tinggal di Mesir. As-Sirri bin al-Hakam kemudian mendatangi Sayyidah Nafisah. Kepada as-Sirri, Sayyidah Nafisah berkata, Dulu, saya memang ingin tinggal di tempat kalian, tetapi aku ini seorang wanita yang lemah. Orang-orang yang mengunjungiku sangat banyak, sehingga menyulitkanku untuk melaksanakan wirid dan mengumpulkan bekal untuk akhiratku. Lagi pula, rumah ini sempit untuk orang sebanyak itu. Selain itu, aku sangat rindu untuk pergi ke raudhah datukku, Rasulullah Saw." Maka as-Sirri menanggapinya, "Wahai putri Rasulullah, aku jamin bahwa apa yang engkau keluhkan ini akan dihilangkan. Sedangkan mengenai masalah sempitnya rumah ini, maka aku memiliki sebuah rumah yang luas di Darb as-Siba' Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku memberikan itu kepadamu. Aku harap engkau mau menerimanya dan tidak membuatku malu dengan menolaknya." Setelah lama terdiam, Sayyidah Nafisah berkata, 'Ya, saya menerimanya." Kemudian ia Mengatakan, Wahai Sirri, apa yang dapat aku perbuat terhadap jumlah orang yang banyak dan rombongan yang terus berdatangan? “Engkau dapat membuat kesepakatan dengan mereka bahwa waktu untuk pengunjung adalah dua hari dalam seminggu. Sedangkan hari-hari lain dapat engkau pergunakan untuk ibadahmu, jadikanlah hari Rabu dan Sabtu untuk mereka," kata as-Sirri lagi. Sayyidah Nafisah menerima tawaran itu. Ia pun pindah ke rumah yang telah diberikan untuknya dan mengkhususkan waktu untuk kunjungan pada hari Rabu dan Sabtu setiap minggu. Seorang Guru bagi para ulama Sufi, Fuqoha dan Muhadistin. Perjumpaan Imam Syafi’i Ra dengan Sayyidah Nafisah Di rumah ini, Sayyidah Nafisah dikunjungi oleh banyak fuqaha, tokoh-tokoh tasawuf, dan orang-orang saleh. Di antara mereka adalah Imam Syafi’i, Imam 'Utsman bin Sa’id al-Mishri, Dzun Nun al-Mishri, Al Mishri as-Samarqandi, Imam Abubakar al-Adfawi dan banyak ulama lain. Imam Syafi’i datang ke Mesir pada tahun 198 H, lima tahun setelah kedatangan Sayyidah Nafisah. Imam syafi’i tinggal di Mesir lebih dari empat tahun. Di sana ia mengarang kitab-kitabnya. Namanya menjadi terkenal karena orang-orang menerima dan mencintainya, dan tersebarlah mazhabnya di tengah-tengah mereka. Di Mesir ia menyusun pendapat mazhabnya yang baru (qaul jadid), yang disusunnya karena adanya perubahan kondisi dan kebiasaan. Hal itu dimuat dalam kitabnya al-Umm. Ketika Imam Syafi’i datang ke Mesir, ia telah menjalin hubungan dengan Sayyidah Nafisah. Hubungan keduanya diikat oleh keinginan untuk berkhidmat kepada akidah Islam. Imam Syafi’i biasa mengunjungi Sayyidah Nafisah bersama beberapa orang muridnya ketika berangkat menuju halaqah-halaqah pelajarannya di sebuah masjid di Fusthath, yaitu Mesjid 'Amr bin al-'Ash. Imam Syafi’i biasa melakukan salat Tarawih dengan Sayyidah Nafisah di mesjid Sayyidah Nafisah. Walaupun Imam Syafi'i memiliki kedudukan yang agung, tetapi jika ia pergi ke tempat Sayyidah Nafisah, ia meminta do’a kepada Nafisah dan mengharap berkahnya. Imam Syafi'i juga mendengarkan hadist darinya. Bila sakit, Imam Syafi’i mengutus muridnya sebagai penggantinya. Utusan itu menyampaikan salam Imam Syafi'i dan berkata kepada Sayyidah Nafisah, "Sesungguhnya putra pamanmu, Syafi'i, sedang sakit dan meminta doa kepadamu." Sayyidah Nafisah lalu mengangkat tangannya ke langit dan mendoakan kesembuhan untuknya. Maka ketika utusan itu kembali, Imam Syafi’i telah sembuh. Suatu hari, Imam Syafi’i menderita sakit. Seperti biasanya, ia mengirim utusan untuk memintakan doa dari Sayyidah Nafisah baginya. Tetapi kali ini Sayidah Nafisah berkata kepada utusan itu, "Allah membaguskan perjumpaan-Nya dengannya dan memberinya nikmat dapat memandang wajah-Nya yang mulia." Ketika utusan itu kembali dan mengabarkan apa yang dikatakan Sayyidah Nafisah, Imam Syafi’i tahu bahwa saat perjumpaan dengan Tuhannya telah dekat. Imam Syafi’i berwasiat agar Sayyidah Nafisah mau menyalatkan jenazahnya bila ia wafat. Ketika Imam Syafi’i wafat pada akhir Rajab tahun 204 H, Sayyidah Nafisah melaksanakan wasiatnya. Jenazah Imam Syafi’i dibawa dari rumahnya di kota Fusthath ke rumah Sayyidah Nafisah, dan di situ ia menyalatkannya. Yang menjadi Imam adalah Abu Ya'qub al Buwaithi, salah seorang sahabat Imam Syafi’i. Kepergian Seorang Waliyah Sayyidah Nafisah terkenal sebagai seorang yang zuhud, dan suka beribadah sepanjang hayatnya. Zainab, kemenakan Sayyidah Nafisah, pernah ditanya, "Bagaimana kekuatan bibimu?" Ia menjawab, Ia makan sekali dalam tiga hari. Ia memiliki keranjang yang digantungkan di depan musalanya. Setiap kali ia meminta sesuatu untuk dimakannya, ia dapatkan di keranjang itu. Ia tidak mau mengambil sesuatu selain milik suaminya dan apa yang dikaruniakan Tuhan kepadanya." Salah seorang penguasa pernah memberikan seratus ribu dirham kepadanya dengan mengatakan, "Ambillah harta ini sebagai tanda syukur saya kepada Allah karena saya telah bertobat". Nafisah mengambil uang itu kemudian membagi-bagikannya kepada fakir miskin, orang jompo dan orang yang membutuhkannya sampai habis. Menggali Kuburnya dengan tangannya sendiri Ketika Sayyidah Nafisah merasa ajalnya telah dekat, ia mulai menggali kuburnya sendiri. Kubur itu berada di dalam rumahnya. Ia turun ke dalamnya untuk memperbanyak ibadah dan mengingat akhirat. Al-Allamah al-Ajhuri mengatakan, Nafisah mengkhatamkan Al-Qur'an di dalam kubur yang telah digalinya sebanyak enam ribu kali dan menghadiahkan pahalanya untuk kaum Muslimin yang telah wafat. Ketika sakit, ia menulis surat kepada suaminya, Ishaq al Mu'tamin, yang sedang berada di Madinah dan memintanya datang. Suaminya pun datang bersama kedua anak mereka, al-Qasim dan Ummu Kultsum. Pada pertengahan pertama bulan Ramadan 208 H, sakitnya bertambah parah, sedangkan ia dalam keadaan berpuasa. Orang-orang menyarankannya untuk berbuka demi menjaga kekuatan dan mengatasi sakit yang dideritanya. Ia pun menjawab, "Sungguh aneh! Selama tiga puluh tahun aku meminta kepada Allah agar Ia mewafatkan aku dalam keadaan berpuasa. Maka bagaimana mungkin aku berbuka sekarang? Aku berlindung kepada Allah. Hal itu tidak boleh terjadi selamanya". Kemudian ia membaca surah al-An'am. Ketika sampai pada ayat, "Untuk mereka itu kampung keselamatan (surga) di sisi Tuhan mereka. Dia penolong mereka berkat amalan yang mereka perbuat," (QS. al-An'am: 127) Nafisah lalu mengucapkan kalimat syahadat, dan naiklah rohnya keharibaan Tuhannya Yang Maha Tinggi, berjumpa dengan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Sebelumnya Nafisah berwasiat kepada suaminya untuk memindahkan jasadnya yang suci dalam peti ke Madinah untuk dimakamkan di sana bersama keluarganya di Baqi'. Namun, penduduk Mesir menentangnya dan menginginkan agar ia dimakamkan di kubur yang telah digalinya dengan tangannya sendiri. Penduduk Mesir mengumpulkan harta yang banyak, lalu menyerahkannya kepada suami Sayyidah Nafisah seraya meminta agar jenazahnya tetap berada di Mesir. Namun suaminya enggan menerima permintaan itu. Malam itu pun mereka lewati dalam keadaan menderita, padahal mereka orang-orang terkemuka. Mereka tinggalkan harta mereka di tempat Sayyidah Nafisah. Ketika pagi, mereka mendatanginya lagi. Akhirnya suami Sayyidah Nafisah memenuhi pemintaan mereka untuk memakamkan istrinya di tempat mereka, namun ia mengembalikan harta mereka. Mereka bertanya kepadanya tentang hal itu. Ia menjawab, "Aku melihat Rasulullah Saw dalam mimpi. Beliau berkata kepadaku, Wahai Ishaq, kembalikan kepada mereka harta mereka dan makamkanlah ia di tempat mereka."
Keramat Sayidah Nafisah Keramat Sayyidah Nafisah Keramat-keramat yang dinisbahkan kepada Sayyidah Nafisah baik waktu hidup atau sesudah wafatnya sangat banyak. Di antara keramatnya yang terjadi ketika masih hidup, adalah yang berhubungan dengan kesembuhan seorang gadis Yahudi dari penyakit lumpuh. Diceritakan bahwa ketika Sayyidah Nafisah datang ke Mesir, ia tinggal bertetangga, dengan satu keluarga Yahudi yang memiliki seorang anak gadis yang lumpuh. Pada suatu hari, ibu si gadis ingin pergi untuk suatu keperluan. Maka ia tinggalkan anaknya di tempat Sayyidah Nafisah. Ia meletakkan anaknya pada salah satu tiang dari rumah Sayyidah Nafisah. Ketika Sayyidah Nafisah berwudlu, air wudlunya jatuh ke tempat gadis Yahudi yang lumpuh itu. Tiba-tiba Allah memberikan ilham kepada gadis Yahudi itu agar mengambil air wudlu tersebut sedikit dengan tangannya dan membasuh kedua kakinya dengan air itu. Maka dengan izin Allah, anak itu dapat berdiri dan lumpuhnya hilang. Saat itu terjadi, Sayyidah Nafisah sudah sibuk dengan salatnya. Ketika anak itu tahu ibunya telah kembali dari pasar, ia pun mendatanginya dengan berlari dan mengisahkan apa yang telah terjadi. Maka menangislah si ibu karena sangat gembiranya, lalu berkata, "Tidak ragu lagi, agama Sayyidah Nafisah yang mulia itu sungguh-sungguh agama yang benar!" Kemudian ia masuk ke tempat Sayyidah Nafisah untuk menciumnya. Lalu ia mengucapkan kalimat syahadat dengan ikhlas karena Allah. Kemudian datang ayah si gadis yang bernama Ayub Abu as-Saraya, yang merupakan seorang tokoh Yahudi. Ketika ia melihat anak gadisnya telah sembuh, dan mengetahui sebab sembuhnya maka ia mengangkat tangannya ke langit dan berkata, "Maha Suci Engkau yang memberikan petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki dan menyesatkan orang yang Engkau kehendaki. Demi Allah, inilah agama yang benar". Kemudian ia menuju rumah Sayyidah Nafisah dan meminta izin untuk masuk. Sayyidah Nafisah mengizinkanya. Ayah si gadis itu berbicara, kepadanya dari balik tirai. Ia berterima kasih kepada Sayyidah Nafisah dan menyatakan masuk Islam dengan mengucapkan kalimat syahadat. Kisah itu kemudian menjadi sebab masuk Islamnya sekelompok Yahudi yang lain yang tinggal bertetangga dengannya. Diriwayatkan oleh al-Azhari dalam kitab al-Kawakib as-Sayyarah: Ada seorang wanita tua yang memiliki empat anak gadis. Mereka dari minggu ke minggu makan dari hasil tenunan wanita itu. Sepanjang waktu ia membawa tenunan yang dihasilkannya ke pasar untuk dijualnya; setengah hasilnya digunakannya membeli bahan untuk ditenun sedangkan setengah sisanya digunakan untuk biaya makan minum mereka. Suatu ketika, wanita itu membawa tenunannya yang ditutupi kain yang sudah lusuh berwarna merah ke pasar sebagaimana biasanya. Tiba-tiba seekor burung merusaknya dan menyambar kain itu beserta isinya yang merupakan hasil usahanya selama seminggu. Menyadari musibah yang menimpanya, wanita itu pun jatuh pingsan. Ketika sadar, ia duduk sambil menangis. Ia berpikir bagaimana akan memberi makan anak-anak yatimnya. Orang-orang kemudian memberikan petunjuk kepadanya agar menemui Sayyidah Nafisah. Ia pun pergi ke tempat Sayyidah Nafisah dan menceritakan kejadian yang menimpa dirinya seraya meminta doa kepadanya. Sayyidah Nafisah lalu berdoa, "Wahai Allah, wahai Yang Maha Tinggi dan Maha Memiliki, gantikanlah untuk hamba-Mu ini apa yang telah rusak. Karena, mereka adalah makhluk-Mu dan tanggungan-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa atas segala sesuatu." Kemudian ia berkata kepada wanita tua itu, "Duduklah, sesungguhnva Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu." Maka duduklah wanita itu menantikan kelapangan atas musibahnya, sementara hatinya terus menangisi anak-anaknya yang masih kecil. Tidak berapa lama kemudian, datanglah sekelompok orang menemui Sayyidah Nafisah. Kemudian mereka berkata kepadanya, "Kami mengalami kejadian yang aneh." Berceritalah mereka kepadanya tentang apa yang mereka alami. Mereka sedang mengadakan perjalanan di laut ketika tiba-tiba terjadi kebocoran dan perahu itu nyaris tenggelam. Tiba-tiba datang seekor burung yang menempelkan kain merah berisi tenunan di lobang itu sehingga lobang tersebut tersumbat dengan izin Allah. Sebagai tanda syukur kepada Allah, mereka memberikan lima ratus dinar kepada Sayyidah Nafisah. Maka menangislah Sayyidah Nafisah, seraya mengatakan, Tuhanku, Penolongku, alangkah kasih dan sayangnya Engkau kepada hamba-hamba-Mu!" Sayyidah Nafisah segera mendatangi wanita tua tadi dan bertanya kepadanya berapa ia menjual tenunannya. "Dua puluh dirham," jawabnya. Sayyidah Nafisah memberinya lima ratus dinar. Wanita itu mengambil uang tersebut, lalu pulang ke rumahnya. Kepada putri-putrinya, ia menceritakan kejadian yang ia alami. Mereka semua datang menemui Sayyidah Nafisah serta mengambil berkah darinya seraya menawarkan diri untuk menjadi pelayannya. Keramat-keramatnya Setelah Wafat Kerarnat-keramat Sayyidah Nafisah setelah wafat juga banyak. Di antaranya, pada tahun 638 H, beberapa pencuri menyelinap ke mesjidnya dan mencuri enam belas lampu dari perak. Salah seorang pencuri itu dapat diketahui, lalu dihukum dengan diikat pada pohon. Hukuman itu dilaksanakan di depan mesjid agar menjadi pelajaran bagi yang lain. Pada tahun 1940, seseorang yang tinggal di daerah itu bersembunyi di mesjid itu pada malam hari. Ia mencuri syal dari Kasymir yang ada di makam itu. Namun, ia tidak menemukan jalan keluar dari mesjid itu dan tetap terkurung di sana sampai pelayan mesjid datang di waktu subuh dan menangkapnya. Allahu Akbar. Allahu Akbar.

::: Kata Mutiara :::

  •  Berkata Ulama Shalihin :
         "Awali gerakmu dengan "Bismillahirrahmannirrahim""
 
  • Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Atthos :
          "Apakah kamu mau tahu kunci-kunci syurga itu ? Kunci Syurga sebenarnya adalah "Bissmillahirraman nirrahim"
 
  •  Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Atthos :
          "Berziarahlah kamu kepada orang-orang sholeh! Karena orang-orang sholeh adalah obat hati"
 
  • Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Atthos :
          "Sebaik-baiknya teman adalah Al-Qur'an! dan seburuk-buruknya teman adalah syaitan!"
 
  •  Berkata Al Habib Alwi Bin Muhammad Bin Tohir Al Haddad :
          "Orang yang sukses adalah orang yang istiqomah di dalam amal baik."
 
  •  Berkata Al Habib Umar Bin Hud Al Atthos :
          "Bos yang wajib di patuhi adalah Allah SWT"
 
  •  Berkata Al Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid (Tanggul) :
          "Kunci kekayaan adalah shodaqoh, dan kunci kemiskinan adalah pelit"
 
  •  Berkata Imam Ghazali :
          "Cermin Manusia adalah Nabi Muhammad SAW"
 
  •  Berkata Al Habib Abdullah Bin Abdull Qadir Bin Ahmad Balfaqih :
          "Sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu fiqih"
 
  •  Berkata Al Habib Muhsin Bin Abdullah Al Atthos :
          "Semua para wali di angkat karena hatinya yang bersih, tidak sombong, dengki, dan selalu rendah diri"
 
  •   Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Attas :
          “ Guru yang paling bertaqwa adalah Nabi Muhammad SAW, dan Rasulullah bersabda : “ Aku di didik oleh Tuhanku dengan sebaik-baiknya didikan”.
 
  •  Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Attas :
          ” Terangi rumahmu dengan lampu, dan terangi hatimu dengan Al-Qur’an”.
 
  •  Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Attas :
          ” Bermaksiatlah sepuas kamu pasti kamu akan mati, dan beramal sholehlah pasti kamu akan mati “.
 
  •  Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Attas :
          ” Jadikan akalmu, hatimu, ruhmu, jasadmu, karena bila semua terisi dengan namanya berbahagialah kamu “.
 
  •  Berkata Al Habib Alwi Bin Muhammad Al Haddad :
          “ Seindah-indahnya tempat di dunia adalah tempat orang-orang yang sholeh, karena mereka bagai  bintang-bintang yang bersinar pada tempatnya di petala langit “.
 
  •   Berkata Ustadzul Imam Al Habib Abdullah Bin Abdul Qadir Bin Ahmad Bilfaqih :
          “ Jadilah orang-orang yang sholeh, karena orang-orang     yang sholeh akan bahagia di dunia dan akherat . Dan jadilah orang-orang yang benar,  jangan menjadi orang yang pintar, karena orang yang pintar belum tentu benar,  tetapi orang yang benar sudah pasti pintar “.
 
  •  Berkata Al Habib Abdurrahman Bin Ahmad Assegaf (Sayyidil Walid ) :
          “ Ilmu itu bagai lautan dan tak akan ada yang mengenalnya kecuali merasakannya “.
 
  •  Berkata Syekh Abu Bakar Bin Salim (Seorang Tokoh Besar di Negri yaman, di Kampung Inat) :
          "Janganlah kau tunda-tunda kebaikan sampai esok hari, karena engkau tak tahu apakah umurmu sampai esok hari".
 
  •  Berkata Sayidina Ali Bin Abu Tholib Ra :
          "Bukanlah seorang pemuda yang membanggakan harta dan kedudukan ayahnya, tetapi seorang pemuda yang berkata inilah aku (Beramal Sholeh)".
 
  •  Berkata Imam Syafi'i :
          "Cintailah orang sholeh, karena mereka memiliki kesholehannya, cintailah Nabi Muhammad SAW, karena dia kekasih Allah SWT, dan cintailah Allah SWT, karena dia kecintaan Nabi dan orang Sholeh".
 
  •  Berkata Al Habib Abdullah Bin Mukshin Al-Attas (Keramat Bogor) :
         "Istiqomah didalam agama menjauhkan kesedihan dan ketakutan".
 
  •  Berkata Al Habib Abdullah Bin Mukshin Al-Attas (Keramat Bogor) :
          "Orang yang buta bukan orang yang melihat banyaknya harta, akan tetapi, yang disebut orang buta, orang yang tak mau melihat ilmu agama".
 
  •  Berkata Al Habib Abdullah Bin Mukshin Al-Attas (Keramat Bogor) :
          "Ilmu membutuhkan amal, amal membutuhkan ikhlas, maka ikhlas mendatangkan keridho'an".
 
  •  Berkata Imam Syafi'i :
          "Ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya tak masuk kepada kemaksiatan".
 
  •  Berkata Al Habib Abdullah Bin Mukshin Al-Attas (Keramat Bogor) :
          "Pemuda yang baik adalah pemuda yang berakhlak :
         1. Ta'at kepada Allah SWT.
         2. Ta'at kepada Nabi Muhammad SAW.
         3. Ta'at kepada orang tua.
         4. Ta'at kepada ulama.".
 
  •  Berkata Al Habib Abdullah Bin Mukshin Al-Attas (Keramat Bogor) :
          "Kunci kesuksesan ada tiga, yaitu :
         1. Menuntut ilmu dan beramal.
         2. Istiqomah dan sabar.
         3. Saling menghormati."
 
  •  Perkataan Ulama
          Sesungguhnya cahaya (Rasulullah) itu apabila masuk kedalam hati maka akan membuat tenang dan terbuka
 
  •  BAB ILMU :
          Nabi Sulaiman as diberikan pilihan antara ilmu atau harta atau tahta kerajaan, lalu dia memilih ilmu maka dia mendapatkan semuanya
 
          Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang beriman dan berilmu yang mana apabila dibutuhkan dia bisa memberi manfaat kepada yang lain dan apabila dia sedang tidak dibutuhkan dia bisa mencukupi dirinya sendiri
 
          Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi Ibrahim as ”Wahai Ibrahim, Aku adalah Zat yang Maha mengetahui yang mencintai setiap orang yang memiliki ilmu pengetahuan”
 
          Orang alim merupakan kepercayaannya Allah SWT dimuka bumi
 
          Kematiannya suatu suku bangsa lebih ringan dibandingkan kematiannya seorang alim
 
          Dua golongan dari umatku apabila mereka bergabung maka manusia akan hidup harmonis dan apabila mereka berselisih maka akan rusak kehidupan manusia. Mereka adalah para ulama dan para pemimpin
 
          Ilmu itu adalah lemari dan kuncinya adalah bertanya maka bertanyalah sesungguhnya dengan sebab bertanya 4 orang ini akan diberi pahala : 1. Orang yg bertanya. 2. Orang alim. 3. Orang yg ikut mendengarkannya. 4. Orang yg mencintai mereka
 
          Tidak ada yang pantas dikasihani kecuali kedua orang ini, Seseorang yg mencari ilmu tapi tidak paham-paham dan seseorang yang tahu kadarnya ilmu tapi tidak mau mencarinya